Blog ini berisi tulisan orang lain. Sengaja saya kumpulkan disini agar bisa dibaca lagi di lain waktu, oleh saya dan oleh kita semua.
WHAT'S NEW?
Loading...

CINTA GADIS THREE IN ONE

Sebuah Range Rover sport HSE kelir oranye perlahan membelok dari jalan Asia Afrika menuju jalan Gerbang Pemuda Senayan.

Deretan rapi berjajar orang orang di pinggir jalan di depan TVRI, memasang tampang muka manis sambil mengacung jari tanda sebagai joki 3 in 1. 

"Tih...itu mobil si Om datang," seru gadis berponi.

"Siap siap..." sahut Ratih si pemilik wajah hitam manis berpakaian ala mahasiswi trend terkini.

"Pagi Om..." sapa Ratih kepada pengemudi mobil Range Rover dengan ramah.

"Pagiiii...yuk naik,"
senyum hangat pemilik mobil sport keren segala medan itu.

Pagi itu lalu lintas sudah tersendat di flyover Senayan, mobil merayap pelan menuju Gatot Subroto. Tumpang tindih bertemu dengan aliran lalulintas dari Pejompongan dan dari jalur utama Slipi menuju Semanggi.

"Nanti sore jangan lupa di tempat biasa ya," ucap halus sang pengemudi begitu mobil menepi di depan GKBI.

"Siap om..." seru Ratih riang sambil mengantongi 50 ribu yang tentu dibagi dua dengan Wina teman joki 3 in 1 nya.

How Millennials Kill Everything

Oleh : Yuswohady

Judul tulisan ini bakal menjadi judul buku baru. Mudah-mudah buku ini bisa keluar dalam 2-3 bulan ke depan. Coba googling dengan kata kunci “millennials kill”, maka Anda akan mendapati betapa millennial adalah “pembunuh berdarah dingin” yang membunuh apapun.

Di halaman pertama hasil pencarian Google saya menemui judul-judul menyeramkan seperti ini:
“RIP: Here Are 70 Things Millennials Have Killed”
“Things Millennials Are Killing in 2018”
“Millennials Kill Again. The Latest Victim? American Cheese”
“Millennials Are Killing the Beer Industry”
“How Millennials Will Kill 9 to 5 Job?”

Bahkan ada situs yang menulis:
“The Official Ranking of Everything Millennials Have Killed.” Di dalamnya peringkat produk dan layanan yang paling cepat “dibunuh” oleh milenial. Ada dalam urutan peringkat itu produk-produk seperti: berlian di urutan 29; golf di urutan 23; department store di urutan 20; sabun batang di urutan 15; kartu kredit di urutan 10; dan bir di urutan 5.

MAAFKAN ISTRIKU.. AKU TERLAMBAT JATUH CINTA PADAMU

Rumah masih ramai setelah pulang dari pemakaman, kepalaku masih pusing karena tak bisa menahan tangis melihat jasad terakhir istriku dimasukkan ke liang lahat.

Aku makin tak bisa menahan airmata saat melihat anak-anak menangis memandangi tanah yang menimbun ibu mereka. Lama aku diam di pemakaman, mengingat kembali saat istriku masih ada. Aku ingat semua dosaku, kesalahanku, mulut kasarku, ketidakpedulianku, bahkan yang paling aku ingat membiarkan dia berpikir sendiri tentang keuangan keluarga...

JANGAN MAU JADI GENERASI WACANA

Oleh : Prof Rhenald Kasali

Saya sering kasihan melihat anak-anak muda yang makin pintar tapi hidupnya galau. Penyebabnya beragam. Misalnya, karena hal sepele saja. Belum lagi tamat SMA, mereka sudah dikejar-kejar orang tuanya, “Mau kuliah di mana? Swasta, atau negeri?”


Bahkan sampai menjelang lulus SMA sekalipun masih banyak yang bingung mau kuliah di mana dan jurusan apa? Jangan heran kalau banyak yang salah jurusan. Ada sarjana nuklir berkarir di bank, sarjana pertanian jadi wartawan dan seterusnya. Susah-susah kuliah di fakultas kedokteran, namun begitu lulus maunya jadi motivator.

Karena sejak awal sudah galau, setelah lulus tetap galau. Generasi ini pada gilirannya bermetamorfosa menjadi generasi wacana. Jadi karena dulu selalu galau, setelah lulus hanya mampu berwacana. Ribut melulu, paling jauh cuma bisa buat heboh di sosial media, membuat meme, tapi tak berani bertindak. Apalagi mengambil keputusan.