Blog ini berisi tulisan orang lain. Sengaja saya kumpulkan disini agar bisa dibaca lagi di lain waktu, oleh saya dan oleh kita semua.
WHAT'S NEW?
Loading...

MENGAPA PAHALA PUASA DIBALAS LANGSUNG OLEH ALLAH SWT SENDIRI ?





Sumber : Sarinyala.id

 

Ada sebuah hadits, yang menjelaskan salah satu keutamaan khusus orang yang berpuasa, yaitu:

 

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ

Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia, akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal, hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Azza Wa Jalla berfirman (yang artinya): “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya.” HR. Imam Muslim.

 

Dalam riwayat lain dikatakan :

قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ ، فَإِنَّهُ لِيْ

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku”, HR. Imam Bukhari.

 

Dalam riwayat lain disebutkan:

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ كُلُّ الْعَمَلِ كَفَّارَةٌ إِلاَّ الصَّوْمَ وَالصَّوْمُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ

"Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya) : “Setiap amalan adalah sbg kafarah/tebusan, kecuali amalan puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya", HR. Imam Ahmad bin Hambal.

 

Jika kita pahami hadits² diatas secara tekstual, tentu akan janggal. Bukankah semua amal ibadah akan dibalas oleh Allah Swt ? Bukan hanya ibadah puasa. Shalat, zakat, haji dan ibadah lainnya pasti akan dibalas oleh Allah Swt.

 

Dalam hal puasa, Allah Swt memberikan pahala puasa tanpa ada batasnya. Dalam menyebutkan nilai pahala yang akan diberikan kepada hamba-Nya, Allah Swt sering menyebutkan berupa nominal seperti sepuluh kali lipat (QS. 6:160), tujuh ratus ganda (QS. 2: 261), bahkan dengan ganjaran yang tak terhitung banyaknya (QS. 39:10).

 

مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجۡزَىٰٓ إِلَّا مِثۡلَهَا وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ 

Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)”, Qs. Al An’am (6): 160.

 

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنۢبُلَةٖ مِّاْئَةُ حَبَّةٖۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ 

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”, Qs. Al Baqarah (2): 261.

 

قُلۡ يَٰعِبَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمۡۚ لِلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ فِي هَٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٞۗ وَأَرۡضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةٌۗ إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ 

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”, Qs. Az Zumar (39): 10.

 

Namun terhadap ibadah puasa, Allah Swt hanya menyebutkan dengan kalimat tak terhingga. Ini sebuah bentuk penghormatan yang tinggi, yang diberikan langsung oleh Allah Swt terhadap orang yang mengerjakan puasa. Karena selama berpuasa berarti ia berusaha sabar untuk tidak memakan makanan yang halal, lebih² lagi barang yang diharamkan.

 

Penghormatan luar biasa diberikan Allah Swt, bukti untuk meyakinkan kepada orang² yang beriman bahwa kewajiban puasa yang dibebankan kepada mereka adalah sebuah penghargaan. Hal ini dapat dipahami dari hadits yang menjadi pembahasan dalam uraian ini, “puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalas”.

 

Mengapa redaksi hadis di atas seolah menegaskan bahwa hanya puasa yang Allah balas? Untuk menjawab hal ini, perlu kita mengambil pendapat para ulama. Salah satunya, menurut Syekhul Ulama Hasan bin Muhammad Al-Masyath rahimahullah. Beliau merupakan salah satu Pengajar utama di Masjidil Al-Haram dan Madrasah As-Saulatiyyah Makkah.

 

Hadits tsb menunjukkan bahwa ibadah puasa lebih unggul dibanding ibadah lainnya, dengan beberapa penjelasan berikut ini:

 

PERTAMA, puasa adalah ibadah yang tidak terlihat secara gerakan, berbeda dengan ibadah pada umumnya. Jika kita shalat, zakat ataupun haji, maka ibadah yang kita lakukan pasti terlihat orang. Saat kita melakukan shalat, gerakan shalat kita memperlihatkan kita sedang shalat. Saat sedang menunaikan zakat, orang lain melihat kita melakukan zakat. Pun saat kita haji, orang lain melihat bagaimana kita melakukan ibadah tsb.

 

Lain halnya dengan berpuasa. Ketika seseorang berpuasa, tidak ada gerakan yang menunjukkan kita sedang berpuasa. Contoh sederhananya begini, saat kita melihat dua orang berdampingan duduk, mereka tidak minum atau makan. Satu sedang berpuasa dan yang satunya tidak. Apa kita bisa menebak, mana yang puasa dan mana yang tidak? Sulit, bukan?

 

Karena ibadah puasa tidak terihat secara eksplisit oleh orang lain, maka sulit untuk terjerumus dalam sifat pamer ibadah (riya’). Jika pun sengaja pamer puasa, hanya mampu diungkapkan dalam kata² saja. “Saya sedang puasa. loh,” dengan tujuan pamer, misalkan. Tidak bisa diungkapkan dalam sebuah gerakan. Berbeda dengan ibadah² yang lainnya.

 

KEDUA, puasa adalah ibadah yang mampu mengekang syahwat dengan sebab meninggalkan makan dan minum. Sementara syahwat adalah pintu utama bagi syaitan. Hal ini menjadikan puasa memiliki nilai lebih dibanding ibadah umumnya.

 

KETIGA, hanya Allah Swt yang mengetahui bobot pahala ibadah puasa. Berbeda dengan ibadah lainnya, pahalanya sudah diberitahukan penggandaan 10 sampai 700 kali lipat, sampai yang Allah Swt kehendaki.

 

KEEMPAT, balasan bagi orang yang berpuasa adalah berjumpa dan berbincang langsung dengan Allah Swt di akhirat kelak, tanpa ada penghalang apapun. Sementara ibadah selain puasa, pahalanya adalah surga. Tentu, berjumpa dengan Allah Swt adalah nikmat paling agung, lebih agung daripada nikmat mendapat surga dan seisinya.

 

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menganalogikan ibadah puasa yang dibalas oleh Allah Swt, dengan pemberian sebuah hadiah oleh pejabat tinggi, seperti presiden atau pemberian seorang raja kepada rakyatnya. Seperti seorang Presiden atau Raja bertitah, jika ada diantara warga negaranya yang dapat melaksanakan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh presiden atau raja itu, maka beliau yang akan memberi hadiah dan menyerahkan hadiah tsb secara langsung.

 

Penyerahan hadiah oleh pejabat tinggi setingkat presiden atau raja kepada rakyatnya secara langsung tanpa harus mewakilkan kepada pejabat di bawahnya, memiliki nilai positif bagi penerimanya. Ia merasa mendapatkan penghormatan yang luar biasa, dapat bertemu dengan orang yang terhormat, yang belum tentu dapat dirasakannya oleh semua orang, hanya orang² tertentu saja yang mendapat kesempatan tsb. Artinya, tidak semua orang mendapat kesempatan mulia itu.

 

Alasan yang paling kuat adalah bahwa puasa tidak terkena riya' sebagaimana (amalan) lainnya yang terkena riya. Imam Abu 'Abdullah Muhammad bin Ahmad berkata, "Ketika amalan² yang lain dapat terserang penyakit riya’, maka puasa tidak ada yang dapat mengetahui amalan tsb kecuali Allah, maka Allah Swt sandarkan puasa kepada Diri-Nya."

 

Maksud dari ungkapan ‘Aku yang akan membalasnya’, adalah bahwa pengetahuan tentang kadar pahala dan pelipatan kebaikannya hanya Allah Swt yang mengetahuinya. Selanjutnya, Imam Al-Qurtubi rahimahullah berkata: ‘Artinya bahwa amalan² telah terlihat kadar pahalanya untuk manusia. Bahwa ia akan dilipatgandakan dari sepuluh sampai tujuh ratus kali sampai sekehendak Allah kecuali puasa. Maka Allah sendiri yang akan memberi pahala tanpa batasan’.

 

Oleh karena itu dikatakan dalam hadits lainnya disebutkan bahwa ‘meninggalkan syahwatnya karena diri-Ku.’ Imam Abdurrahman Abu Al-Faraj berkata, "Semua ibadah terlihat amalannya. Dan sedikit sekali yang selamat dari godaan (yakni terkadang bercampur dengan sedikit riya), berbeda dengan puasa."

 

Makna ungkapan ‘Puasa untuk-Ku’, maksudnya adalah bahwa dia termasuk ibadah yang paling Aku cintai dan paling mulia di sisi-Ku. Imam Abu Umar Yusuf bin Abdullah berkata : "Cukuplah ungkapan ‘Puasa untuk-Ku’ menunjukkan keutamaannya dibandingkan ibadah² lainnya."

 

Menurut Prof Dr Sayyid KH. Muhammad Quraish Shihab MA, dalam tayangan Narasi yang diunggah kanal Youtube Najwa Shihab pada 15 Mei 2018 yang lalu, saat menjelaskan tentang makna hadits qudsi tsb di atas. Menurut beliau, setidaknya ada dua makna:

 

PERTAMA, melatih keikhlasan. Orang yang berpuasa, akan ditantang untuk berbuat ikhlas hanya untuk Allah Swt, sebab orang yang berpuasa dengan tidak pun sama, sama² terlihat tidak makan dan minum.

 

KEDUA, makna bahwa puasa adalah untuk Allah Swt, maksudnya bahwa orang yang berpuasa hendaknya meniru sifat² Tuhan, seperti tidak butuh makan, tidak butuh hubungan sex pada siang hari, sifat ilmu yang artinya harus selalu belajar, dan sifat-sifat Allah selainnya.

 

Keistimewaan ini akan terlihat nanti di hari kiamat, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Abu Muhammad Sufyan bin Uyainah, "Ketika hari kiamat, Allah Swt akan menghisab hamba-Nya. Dan mengembalikan tanggungan dari kezalimannya dari seluruh amalnya. Sampai ketika tidak tersisa kecuali puasa, maka Allah yang akan menanggung sisa kedhaliman dan dia dimasukkan surga karena puasanya."

 

Itulah maksud hadits qudsi bahwa “puasa adalah untuk-Ku” sebagaimana disebutkan di dalam hadits² di atas. Semoga penjelasan ini bisa bermanfaat bagi kita, sehingga puasa kita menjadi puas yang berkualitas dan diterima oleh Allah Swt.

 

Ada satu doa dalam kitab Tarikh Madinati Dimasyq, karya Abu Al-Qasim Al-Hafidh Tsiqatuddin Ali bin Abi Muhammad Al-Husain,

 

اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّيْ صَوْمَ يَوْمٍ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّيْ صَلاَةً اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّيْ حَسَنَةً اِنَّمَا يَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَ اْلمُتَّقِيْنَ

 

Allahumma taqabbal minnii shouma yaumin. Allahumma taqabbal minnii sholaatan. Allahumma taqabbal minnii hasanatan. Innamaa yataqabbalallaahu minal muttaqiin.

"Ya Allah, terimalah dariku puasa hari ini. Ya Allah, terimalah shalat dariku. Ya Allah, terimalah kebaikan² dariku. Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang² yang bertakwa."

 

Wallahu A'lam. Semoga bermanfaat !!

 


0 Comments:

Posting Komentar