Oleh: Dr.
Adian Husaini
Prof. Syed
Muhammad Naqib al-Attas adalah ilmuwan muslim yang merumuskan konsep adab
dan ta’dib sebagai solusi paling mendasar untuk mengatasi krisis umat
Islam dewasa ini. Salah satu pesan pentingnya untuk kaum muslimin adalah:
“Pahamilah peradaban Barat dengan baik! Waspadalah! Dengan itu, kita akan dapat
memahami nasib dan kedudukan umat Islam saat ini!”
Pesan Prof.
al-Attas itu sangat mendasar dan sangat penting untuk dipahami oleh umat Islam,
khususnya oleh para santri – yang akan menyelesaikan studinya di pesantren dan
akan melanjutkan ke perguruan tinggi secara formal. Sebab, menurut Prof.
al-Attas, jenjang pendidikan tinggi adalah yang jenjang terpenting. Di sinilah terjadinya
kekacauan ilmu (confusion of knowledge) dan berdampak pada terjadinya loss
of adab.
Dalam
konferensi pendidikan Islam pertama di Mekkah, tahun 1977, Prof. al-Attas sudah
mengingatkan, bahwa universitas modern yang dijiplak dari Barat, adalah satu
simbol ‘kezaliman’: “The modern university is the epitome of man in a
condition of zulm.”
Kondisi zalim (zulm)
itu terjadi karena disingkirkannya proses ta’dib dalam pendidikan
tinggi. Dan itu berawal dari kekacauan ilmu pengetahuan (confusion of
knowledge). Padahal, makna awal universitas (Latin: universitatem)
berasal dari istilah kulliyyah yang bertujuan membentuk manusia yang
sempurna, atau al-insan al-kulliy – yang akan menjadi para pemimpin
sejati, bukan pemimpin palsu.
Kondisi
universitas modern yang dijiplak dari peradaban Barat itu sudah diingatkan oleh
Prof. al-Attas sejak 50 tahun lalu. Kini, dunia akademik di Eropa, Amerika,
Australia, dan juga Indonesia dihebohkan dengan buku baru Prof. Peter Fleming
yang berjudul “Dark Academia:
How Univesities Die”.
Peter Fleming
menyebutkan bahwa kondisi perguruan tinggi modern sebenarnya sudah sakit parah!
Dalam kurun waktu 35 tahun terakhir, misi dasar perguruan tinggi di berbagai
dunia telah dirusak. Perguruan Tinggi telah bermetamorfosis menjadi perusahaan
bisnis yang terobsesi dengan pemasukan, pertumbuhan, dan hasil.
Menurut Peter
Fleming, restrukturisasi perguruan tinggi menjadi pabrik pengetahuan telah
merevolusi sektor pendidikan tinggi. Saat ini, kepakaran akademisi dikendalikan
secara ketat oleh metrik kinerja, indikator kinerja utama (IKU), dan semua
penekanan pada penerimaan lebih banyak mahasiswa. Program studi di perguruan
tinggi telah dipaksa untuk menjalani metamorfosis korporasi ini. Jika program
studi tidak mampu memberikan sumbangan untuk perguruan tinggi, maka akan
dipertanyakan nasib ke depannya: apakah akan dipertahankan atau tidak.
Singkatnya, perguruan tinggi harus membuktikan dirinya sebagai pelayan dunia
kerja.
“Para bos telah
berhasil mengubah perguruan tinggi menjadi industri kapitalis de facto –
menjadi sebuah edu-factory – dan perlawanan adalah hal yang sia-sia,” kata
Fleming.
Menurutnya,
prinsip neo-liberalisme sudah begitu menancap sampai kita harus memikirkan
apakah perguruan tinggi modern masih bisa (atau cukup berharga) untuk diselamatkan?
Tentang kondisi perguruan tinggi di AS, Inggris, Australia, Kanada, dan
sebagainya, lihat: Peter Fleming, Dark Akademia, Matinya Perguruan Tinggi,
(Bekasi: Footnote Press, 2022).
Tentu saja
kondisi Perguruan Tinggi modern yang digambarkan Peter Fleming itu berakar pada
karakter peradaban Barat modern yang memang memandang Islam sebagai tantangan
utama peradaban mereka. Dalam buku “Risalah untuk Kaum Muslimin” (terbit pertama tahun 1973), Prof. Naquib al-Attas berpesan:
“Seperti juga dalam ilmu peperangan kau harus mengenali siapakah dia seterumu
itu; dimanakah letaknya kekuatan dan kelemahan tenaganya; apakah helah dan tipu
muslihatnya bagi mengalahkanmu; bagaimanakah cara dia menyerang dan apakah yang
akan diserangnya; dari jurusan manakah akan serangan itu didatangkan; siapakah
yang membantunya, baik dengan secara disadari maupun tidak disadari – dan
sebagainya ini, maka begitulah kau akan lebih insyaf lagi memahami nasib serta kedudukan Islam dan kau sendiri dewasa
ini apabila penjelasan mengenai seterumu itu dapat dipaparkan terlebih dahulu.”
(Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, (Kuala Lumpur:
ISTAC, 2001).
Selanjutnya,
Prof. al-Attas menjelaskan karakter dasar Peradaban Barat modern: “Dan kita pun
tahu bahawa tiadalah dapat Islam itu bertolak-ansur dalam menghadapi serangan
Kebudayaan Barat, justru sehingga Kebudayaan Barat itu tentulah menganggap
Islam sebagai seterunya yang mutlak; dan kesejahteraannya hanya akan dapat
terjamin dengan kemenangannya dalam pertandingan mati-matian dengan Islam,
sebab selagi Islam belum dapat ditewaskan olehnya maka akan terus ada tanding
dan seteru yang tiada akan berganjak daripada mencabar dan menggugat kedaulatan
serta faham dasar-dasar hidup yang dida’yahkan olehnya itu.”
Prof. Naquib
Al-Attas mengajak umat Islam merenungkan makna firman Allah dalam surat
al-Baqarah 120,
وَلَن
تَرۡضَىٰ عَنكَ ٱلۡيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمۡۗ
قُلۡ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلۡهُدَىٰۗ وَلَئِنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم بَعۡدَ
ٱلَّذِي جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِيّٖ وَلَا نَصِيرٍ
١٢٠
“Tiada akan
orang Yahudi dan Kristian itu rela menerimamu melainkan kau jua yang
dikehendaki mereka mengikut cara agamanya. Katakanlah (olehmu): Sesungguhnya petunjuk Allah –
itulah satu-satunya petunjuk. Andaikata kau mengikut hawa nafsu mereka, sesudah sampai
kepadamu ilmu yang sebenarnya, maka
tiada akan kau dapati bagimu pelindung mahupun penolong yang akan dapat mencegah tindak balasan Allah.”
Lalu,
diingatkanlah kaum muslimin dengan bahasa yang jelas dan lugas: “Bukankah di
zaman kita ini pun jelas bahawa orang-orang Yahudi dan Kristian – yang keduanya
menjelmakan sifat asasi Kebudayaan Barat – memang tiada rela menerima baik
seruan Islam dan kaum Muslimin, melainkan kita jua yang dikehendaki mereka
mengikut cara agamanya? – menganuti sikap hidup yang berdasarkan semata-mata
keutamaan kebendaan, kenegaraan dan keduniaan belaka. Dan agama dijadikannya
hanya sebagai alat bagi melayani hawa nafsu. Bukankah ilmu yang sebenarnya sudah sampai kepada kita?”
Kritik Prof.
Naquib al-Attas terhadap peradaban Barat dinilai sebagai pemikiran hebat, dan
dimasukkan dalam buku berjudul “Powerful Ideas” terbitan The Cranlana
Program, Canberra, 2002. Lebih lengkapnya, silakan dibaca buku: Adian Husaini,
Mengenal Sosok dan Pemikiran Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas (YPI Attaqwa,
2020).
Semoga Allah
membimbing para santri dan orang tuanya untuk memilih jalan pendidikan yang
benar. Yakni, pendidikan yang menguatkan fitrahnya, yang menguatkan imannya,
yang meningkatkan adab dan akhlak mulianya. Dan semoga kita semua, orang tua
dan santri, dijauhkan dari pendidikan yang menjadikan anak-anak memiliki
sifat-sifat kaum Yahudi dan sifat-sifat golongan yang tersesat. Amin,
Allaahumma amin. (Depok, 3 Juni 2024).
0 Comments:
Posting Komentar