Oleh: Yuana
Ryan Tresna
Secara
etimologi, buzzer adalah lonceng, bel, atau alarm yang digunakan sebagai
alat untuk mengumpulkan banyak orang di suatu tempat dengan tujuan untuk
menyampaikan suatu pengumuman. Saat ini, penggunaan istilah “buzzer”
sering dipakai dalam aktivitas media sosial. Dalam konteks media sosial, arti buzzer
adalah orang yang mempromosikan, mengkampanyekan, atau mendengungkan sesuatu,
baik itu produk atau isu tertentu melalui postingan di akun media sosialnya.
(Lihat www[dot]maxmanroe[dot]com)
Pada zaman Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, media penyampaian informasi,
penggiringan opini (framing) bahkan penyebaran berita bohong (hoax)
adalah melalui syair. Para penyair handal dan terkenal adalah yang bisa
mengendalikan opini. Kala itu, belum zamannya media sosial, dimana para
pendengung adalah mereka yang followernya banyak. Diantara tujuan
penyampaian opini adalah meyakinkan publik terhadap topik, produk dan tokoh
yang dikampanyekan.
Penyair besar
dan handal yang dimiliki orang Quraisy adalah al-Walid al-Mughirah. Ia adalah buzzer
kekuasaan yang “bekerja” untuk menyenangkan kaumnya. Ia buzzer istana yang
sangat mahir dalam kendalikan opini publik. Pada akhirnya ia mati, sementara
kebencian sudah teramat dalam merasuk dalam jiwanya. Al-Walid dipilih karena
kedudukan dan kecerdasannya. Sebagai tokoh, ia turun langsung. Bukan dengan
menyewa para buzzer kelas teri yang baru belajar sastra. Tugas kaumnya
adalah meng-amplifier opini yang dibangun.
Hari ini,
banyaknya informasi bohong atau hoax, salah satunya adalah akibat ulah
para buzzer. Mereka membuat dan atau menyebarkan informasi bohong. Informasi
bohong itu juga direproduksi sedemikian rupa.
Pada zaman Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pendengung yang tampil bukan hanya yang
memiliki pengaruh semisal pengaruh di media sosial seperti sekarang ini. Tetapi
benar-benar yang memiliki kualitas dalam karya sastra (penyair kawakan),
kedudukan yang tinggi di kaumnya dan memiliki kecerdasan yang melebihi orang
kebanyakan. Ia bukan pencari nasi bungkus atau sebagai buzzer bayaran,
karena ia memiliki kekayaan yang berlimpah. Salah satunya adalah al-Walid bin
al-Mughirah.
Allah subhanahu
wa ta’ala menyebutkan terkait al-Walid dalam QS. al-Mudatsir: 11-26,
ذَرۡنِي
وَمَنۡ خَلَقۡتُ وَحِيدٗا ١١ وَجَعَلۡتُ
لَهُۥ مَالٗا مَّمۡدُودٗا ١٢ وَبَنِينَ شُهُودٗا ١٣ وَمَهَّدتُّ لَهُۥ تَمۡهِيدٗا ١٤ ثُمَّ يَطۡمَعُ أَنۡ أَزِيدَ ١٥ كَلَّآۖ
إِنَّهُۥ كَانَ لِأٓيَٰتِنَا عَنِيدٗا ١٦ سَأُرۡهِقُهُۥ صَعُودًا ١٧ إِنَّهُۥ فَكَّرَ وَقَدَّرَ ١٨ فَقُتِلَ كَيۡفَ
قَدَّرَ ١٩ ثُمَّ قُتِلَ كَيۡفَ قَدَّرَ
٢٠ ثُمَّ نَظَرَ ٢١ ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ
٢٢ ثُمَّ أَدۡبَرَ وَٱسۡتَكۡبَرَ ٢٣ فَقَالَ إِنۡ هَٰذَآ إِلَّا سِحۡرٞ يُؤۡثَرُ ٢٤
إِنۡ هَٰذَآ إِلَّا قَوۡلُ ٱلۡبَشَرِ ٢٥ سَأُصۡلِيهِ سَقَرَ ٢٦
“Biarkanlah
Aku (yang bertindak) terhadap orang-orang yang Aku sendiri telah
menciptakannya. Dan Aku berikan baginya kekayaan yang melimpah. Dan anak-anak
yang selalu bersamanya. Dan Aku berikan kepadanya kelapangan (hidup) yang
seluas-luasnya. Kemudian dia ingin sekali agar Aku menambahnya. Tidak bisa.
Sesungguhnya dia telah menentang ayat-ayat Kami (Al Quran). Aku akan
membebaninya dengan pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah
memikirkan dan menetapkan. Maka celakalah dia bagaimana dia menetapkan?
Kemudian dia memikirkan. Lalu berwajah masam dan cemberut. Kemudian berpaling
dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata: “(Al Quran) ini hanyalah sihir yang
dipelajari (dari orang-orang dahulu). Inilah hanyalah perkataan manusia. ”Kelak
Aku akan memasukkanya ke dalam (neraka) Saqar.” (QS. Al-Mudatsir: 11-26).
Imam
al-Suyuthi, al-Qurthubi, al-Thabari, Ibnu Katsir dan lain-lain sepakat bahwa
yang dimaksud surat al Mudatsir 11-26 adalah al-Walid bin al-Mughirah. Al-Walid
mendapatkan limpahan kebaikan, namun ia menentang al-Quran. Bukan hanya itu, ia
membuat narasi bohong (hoax) bahwa al-Quran adalah sihir yang
dipelajari. Berarti Muhammad bin Abdullah juga adalah tukang sihir. Narasi itu
diopinikan kepada kaumnya, dengan tujuan untuk meyakinkan dan menyenangkan
kaumnya.
Untuk
mengetahui cara kerja al-Walid dalam menggiring opini, mari kita simak riwayat
dalam al-Mustadrak al-Hakim dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu (dimana
Imam al-Hakim menilai riwayat ini shahih sesuai dengan syarat Imam al-Bukhari)
sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas
bahwa al-Walid bin al-Mughirah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Kemudian Rasulullah membacakan al-Quran kepadanya. Sepertinya al-Quran
itu melembutkan kekufuran al-Walid. Kabar ini sampai ke telinga Abu Jahal. Ia
pun datang menemui al-Walid.
Abu Jahal
mengatakan, “Wahai paman, sesungguhnya kaummu ingin mengumpulkan harta
untukmu.” “Untuk apa?” tanya al-Walid. “Untukmu. Karena engkau datang menemui
Muhammad untuk menentang ajaran sebelumnya (ajaran nenek moyang).”
Al-Walid bin
al-Mughirah menanggapi, “Orang-orang Quraisy tahu, kalau aku termasuk yang
paling kaya di antara mereka.”
“Ucapkanlah
suatu perkataan yang menunjukkan kalau engkau mengingkari al-Quran atau engkau
membencinya.”, kata Abu Jahal.
Al-Walid
mengatakan,
وماذا أقول؟ فوالله! ما فيكم رجل أعلم
بالأشعار مني، ولا أعلم برجز ولا بقصيدة مني، ولا بأشعار الجن، والله! ما يشبه
الذي يقول شيئا من هذا، ووالله! إن لقوله الذي يقول حلاوة، وإن عليه لطلاوة، وإنه
لمثمر أعلاه مغدق أسفله، وإنه ليعلو وما يعلى، وإنه ليحطم ما تحته
“Apa
menurutmu yang harus kukatakan pada mereka? Demi Allah! Tidak ada di
tengah-tengah kalian orang yang lebih memahami syair Arab daripada aku. Tidak
juga pengetahuan tentang rajaz dan qashidahnya yang mengungguli diriku. Tapi
apa yang diucapkan Muhammad itu tidak serupa dengan ini semua. Juga bukan sihir
jin. Demi Allah! Apa yang ia ucapkan (al-Quran) itu manis. Memiliki thalawatan
(kenikmatan, baik, dan ucapan yang diterima jiwa). Bagian atasnya berbuah,
sedang bagian bawahnya begitu subur. Perkataannya begitu tinggi dan tidak ada
yang mengunggulinya, serta menghantam apa yang ada dibawahnya.”
Luar biasa,
seseorang yang keras hatinya dan penuh kebencian terhadap Islam dan apa yang
Allah turunkan memiliki kesan yang luar biasa terhadap al-Quran.
Abu Jahal
bersikukuh agar al-Walid mengatakan sesuatu yang bisa membuat orang-orang
Quraisy ridha. Ia berkata, “Kaummu tidak akan ridha kepadamu sampai engkau
mengatakan sesuatu yang buruk tentang al-Quran itu.”
“Jika demikian,
tinggalkanlah aku biar aku berpikir dulu,” kata al-Walid.
Setelah
berpikir, al-Walid mengatakan, “Al-Quran ini adalah sihir yang dipelajari.
Muhammad mempelajarinya dari orang lain.”
Kemudian Allah
menurunkan firman-Nya surat al-Mudatstsir ayat 11. Dari ayat 11 dan beberapa
ayat seterusnya bercerita tentang al-Walid bin al-Mughirah yang divonis akan
mendapatkan adzab yang pedih di neraka.
Kisah tersebut,
selain dalam al-Mustadrak, juga bisa dijumpai dalam Sunan Kubra Imam al-Baihaqi
dan al-Bidayah wa al-Nihayah Imam Ibnu Katsir.
Sebelumnya,
al-Walid berdialog dengan kaumnya tentang apa yang pas untuk julukan kepada
Nabi Muhammad. Koleganya menjuluki Muhammad sebagai penyair, tukang sihir,
dukun dan ada yang menjulukinya dengan orang gila. Namun akhirnya opini yang
digunakan adalah tukang sihir. Itulah al-Walid, berusaha keras, berpikir, dan
merenung menyiapkan narasi yang bisa memuaskan kaumnya dan menyenangkan tirani
kekuasaan kala itu. Setelah itu ia sampaikan kepada kaumnya sebagai bentuk
penggiringan opini.
Orang-orang
Quraisy itu kebingungan dengan narasi yang dibuatnya sendiri. Karena mereka harus
membangun kebohongan lanjutan di atas kebohongan sebelumnya. Mereka tidak
mengetahui apa yang seharusnya mereka katakan tentangnya. Semua perkataan
mereka bathil.
Allah Azza wa
Jalla berfirman:
انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ
الْأَمْثَالَ فَضَلُّوا فَلَا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلًا
“Lihatlah
bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka
menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar).” (QS.
Al-Isra`: 17:48).
Sebenarnya
al-Walid ini orang cerdas. Berbeda dengan buzzer kekuasaan hari ini,
tidak sedikit dari mereka yang bodoh bahkan dungu, sehingga narasinya acap kali
menelanjangi kebodohannya dan menimbulkan masalah baru.
Akhirnya, aib
al-Mughirah dibongkar. Ibn Abbas berkata, “Tidak ada yang disifati dengan
aib-aib seperti ini kecuali al-Walid bin al-Mugirah. Aib yang menjangkitinya
sepanjang hayat.” (Tafsir al-Jalalain, vol. 1, hlm. 758).
Semua sifat
buruk al-Walid diabadikan dalam ayat berikut ini, QS. al-Qalam: 10-15:
وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلافٍ مَهِينٍ
(١٠) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ (١١) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (١٢)
عُتُلٍّ بَعْدَ ذَلِكَ زَنِيمٍ (١٣) أَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَبَنِينَ (١٤)إِذَا
تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (١٥)
“Dan
janganlah kamu ikuti orang-orang yang banyak bersumpah lagi hina. Yang banyak
mencela yang kian kemari menyebar fitnah. Yang sangat mencegah dari berbuat
baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa yang kaku lagi kasar. Selain dari
itu, yang terkenal kejahatannya (nasabnya tidak jelas), karena dia mempunyai
(banyak) harta dan anak. Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia
berkata,”(Ini adalah) dongengan orang-orang dahulu kala.” (QS. Al-Qalam:
10-15).
Mendengar ayat
ini, al-Walid naik pitam. Dengan menghunus pedangnya, dia mendatangi ibunya, “Muhammad
menyifatiku dengan sepuluh sifat. Hanya sembilan sifat yang saya temukan dalam
diriku. Adapun yang satunya “zanim, زَنِيمٍ”,
tidak aku ketahui artinya. Mohon jelaskan maknanya, atau pedang ini terpaksa
menebas lehermu.” Ancamnya ingin tahu.
“Bapakmu
kaya raya, namun lemah syahwat. Takut hartanya tidak ada yang warisi, saya pun
terpaksa minta digauli oleh seorang penggembala. Engkau anak si penggembala itu.”
Jelasnya dengan jujur.
Dengan menelaah
QS. Al-Qalam ayat 10-15 di atas, ada kesamaan model para buzzer durjana yang
mengabdi kepada kekuasaan dari masa ke masa, yaitu 10 sifat sebagai berikut:
1. Suka
bersumpah demi menutupi kebenaran.
2. Hina, karena
tidak ada orang yang seperti itu kecuali ia sebagai pendusta, dan tidak ada
yang seperti itu kecuali orang yang keadaannya hina.
3. Suka
mencela, yakni banyak mencela manusia baik dengan menggunjing, menghina maupun
dengan lainnya.
4. Penyulut
fitnah, yakni mengadu domba.
5. Pencegah
kebaikan.
6. Penganiaya
yang melampaui batas, yakni terhadap manusia dengan menzhalimi harta, darah dan
kehormatan mereka.
7. Banyak dosa.
8. Berperilaku
kasar, yakni kasar (caci maki), keras, berakhlak buruk dan tidak mau tunduk
kepada kebenaran.
9. Nasabnya
tidak jelas, yakni diragukan keturunannya, tidak ada asalnya yang menghasilkan
kebaikan, bahkan akhlaknya adalah seburuk-buruk akhlak, tidak diharapkan
kebaikannya, bahkan terkenal kejahatannya.
10. Memiliki
daya dukung finansial yang melimpah, baik karena kekayaannya maupun karena di-backup
kekuasaan. Orang yang mempunyai banyak harta lebih mudah mendapat pengikut.
Semoga Allah
menenggelamkan para buzzer kekuasaan yang menyesatkan kebenaran
informasi dan memeca-belah persatuan dan kesatuan umat. Hadanallahu wa
iyyakum.
Bandung, 11
Oktober 2019
********************
Iringi semangat
kebangkitan umat dengan meraih amal salih ikut menyebarkan status ini
**********************
Instagram:
Twitter:
(@suara_kotawali): https://twitter.com/suara_kotawali
Youtube: @
Suara Muslimah Kota Wali
0 Comments:
Posting Komentar