Blog ini berisi tulisan orang lain. Sengaja saya kumpulkan disini agar bisa dibaca lagi di lain waktu, oleh saya dan oleh kita semua.
WHAT'S NEW?
Loading...

HIDUPMU KEBANYAKAN DRAMA


Oleh : Tere Liye

Perkembangan teknologi informasi membuat banyak perubahan dalam kehidupan sehari-hari. Cukup dengan sebuah gadget di tangan seseorang dapat melakukan pekerjaan apa saja: berjualan online, memesan makanan, mengajar, memesan taxi dan lain-lain. Muncullah istilah dunia maya, sebagai pembanding dengan dunia nyata yang sudah ada.

Di dunia nyata kita punya teman yang bisa diajak ngobrol, berbagi cerita dan makan berama. Di dunia maya pun kita juga bisa seperti itu, hanya terpisah oleh jarak dan tempat. Selanjutnya batas antara dunia nyata dan dunia maya pun tidak lagi jelas karena di dua dunia tersebut kita bisa apa saja.

Disisi lain banyak diantara anak-anak kita yang meninggalkan dunia nyata dan tergiur aktif di dunia maya. Alasannya masuk akal juga: sudah banyak orang yang sukses menapaki dunia maya. Misalnya, di rumah jelas-jelas ada usaha orang tua, seperti peternakan dan pertanian. Jika saja si anak mau membantu usaha orang tuanya, tentu saja orang tua akan sangat senang dan si anak pun mendapat penghasilan.

Namun si anak justru sibuk dengan gadgetnya, katanya sedang jualan online. Ternyata jualan online juga tidak semudah dan seindah yang dia lihat dari orang lain. Walhasil dunia nyata dia tinggalkan, dunia maya pun belum memberikan hasil. Apakah dunia nyata dan dunia maya harus dipisahkan secara diametral, berseberangan? Tidak juga, bahkan dapat disinergikan. Yang harus diwaspadai adalah impian-impian yang diberikan oleh dunia maya yang boleh jadi sangat membuai. Berikut adalah tulisan bagus dari Tere Liye.

****************


Saya kadang kala nggak ngerti dengan cara berpikir anak2 jaman sekarang. Tidak semua memang, tapi semakin ke sini, hal ini menjadi gejala umum.

Karena di jaman saya dulu, semua urusan itu simpel. Misal, mau kuliah tinggi2. Simpel banget urusannya: pastikan diterima dulu di kampus tersebut. Misalnya, kalian ngincer UI. Sementara kalian tinggal di pedalaman Papua sana. Pastikan dulu kalian diterima UI, belajar habis2an, dapat nilai bagus, pas seleksi ujian masuk, diterima. Beres.

Uang kuliahnya gimana?

Duh, itu gampang banget. Pas hari pendaftaran, kalian masuk sana ke rektorat UI, merangsek minta ketemu wakil rektor kek, pejabat apalah kek, lantas bilang, 'Saya datang dari Papua, naik kapal 7 hari 7 malam, itu uang terakhir yg saya punya, buat beli tiket. Sy tdk punya uang lagi, jangankan buat bayar SPP, buat makan dua hari ini saja sy harus ngamen. Tapi sy diterima di Fakultas Kedokteran UI, sy pengin sekali kuliah. Saya pengin sekali memperbaiki nasib Emak, Bapak, keluarga saya. Tolonglah saya.'

Dijamin dek, kalian akan kuliah di UI. Dengan segala beasiswa dll. Apalagi hari ini, sambil nangis2 ketemu pejabat UI, kalian videokan, viralkan. Hanya soal jam ke berapa, ada yang akan menggalang dana buat kalian, malah bisa kaya raya hidup kalian jadinya.

Nah, hari ini, apa yang terjadi?

Saya ketemu dengan anak muda, masih SMA, dengan wajah letoy, penuh drama, 'Akhu thuh mau banghet khuliah di thempat bhagus. Tapi gimana ya, orang tuaku ngghak mamphu."

Omong kosong. Yang tidak mampu itu adalah kha-mhu. Hanya untuk kemudian mencari2 alasan, menutup ketidakmampuan kamu tersebut. Rumit sekali logikanya. Diterima UI saja belum, halu pengin masuk sana, lantas merasa tidak mampu, nyalahin keluarganya miskin. Coba buktikan dulu diterima UI gitu loh.

Saya kasih contoh berikutnya.

Jaman dulu. Bahkan saat seorang anak muda memang orang tuanya sudah miskin, eh dia 'goblok' pula. Maksudnya, nilai2nya memang tidak bagus. Apakah dia banyak alasan? Tidak. Saya menemukan banyak sekali contoh, bahkan beberapa teman saya sendiri, mereka memutuskan berangkat dari Kalimantan, menuju Jawa. Pengin masuk UI, ITB, UGM, dll. Ikut tes masuk, gagal, ikut tes masuk berikutnya, gagal lagi. Berkali2 tes masuk, gagal. Nasib, namanya juga 'goblok'. Tapi apakah hidupnya berakhir? Tidak.

Dia memutuskan jualan baju di pasar. Ngaca, sadar diri dia tidak bisa menaklukkan soal2 ujian masuk universitas, dia memilih jalan lain, berdagang. 20 tahun berlalu, wow, anak ini malah jadi pemilik bisnis pakaian di kotanya. Besar bisnisnya. Lebih kaya dan jangan2 lebih 'sukses' dibanding teman2nya yang berhasil masuk UI, ITB, UGM, dll.

Nah, hari ini, apa yang terjadi?

Saya itu sering dapat curhat dari anak muda, masih SMA. Entah dia ngirim email lah, entah dia curhat lewat apalah, dengan memelas menulis: Akh-hu tuh gagal ini, gagal itu. Orang tua miskin. bla-bla-bla.

Omong kosong. Yang miskin itu adalah mental kamu. Tiap hari hanya main HP, tiap hari cuma bengong, nggak ngapa-ngapain, lantas halu pengin sukses. Curhat pula kemana2 minta solusi. Seolah kalau sudah curhat, realita kehidupan akan berubah gitu?

Adik2 sekalian, tidak ada yang instan dalam hidup ini. Kalian harus bekerja keras. Berhentilah hidup penuh drama. Orang-tua kalian boleh jadi memang miskin, kalian juga boleh jadi memang 'goblok', tapi kalian masih bisa melakukan sesuatu bukan? Yang cacat saja banyak yg sukses, masa' kalian yang sempurna fisik dan jiwanya malah kebanyakan drama. Jika kalian memang sungguh2 mau berusaha, selalu ada jalannya. Selalu ada yang akan membantu.

Mulailah memikirkan masa depan kalian. Mencari jawaban, hakikat hidup. Kalian mau ngapain? Lantas tuntaskan misinya. Kejar. Jangan dibuat rumit, jangan dibuat neko2, jangan banyak alasan, ngeles. Sambil sertai dengan pemahaman2 yang baik. Kita ini mau ngapain sih hidup? Apa definisi kebahagiaan? Dll.

20-30 tahun dari sekarang, kalian boleh jadi akan menyesal saat menoleh ke belakang. Bahkan saat kalian kaya raya, bla-bla-bla, tidak ada yang menjamin kalian akan bahagia. Tapi saat kalian mau bekerja keras, tahan banting, selalu menyibukkan memperbaiki diri, minimal kalian telah menggenapkan syaratnya.

Dan yang pasti, kurangilah menghabiskan waktu di depan gadget. Untuk kemudian panjang angan, pengin ini, pengin itu, halu ini, halu itu, penuh drama: "Akyhu tuh...." Eww.
*Tere Liye


0 Comments:

Posting Komentar