Oleh: FB Arif Wibowo
"Kalau tuan membusungkan dada
menyebut Gajah Mada, maka orang Sriwijaya akan berkata bahwa yang mendirikan
Candi Borobudur adalah Raja Budha dari Sumatera, yang pernah menduduki pulau
Jawa.
Kalau tuan membanggakan Majapahit,
maka orang Melayu akan membuka Sitambo lamanya, menyatakan bahwa Hang Tuah
pernah mengamuk dalam kraton Prabu Majapahit dan tidak ada satria Jawa yang
berani menangkapnya.
Memang, di zaman Jahiliyah kita
bermusuhan, kita berdendam, kita tidak bersatu. Islam kemudiannya adalah sebagai
penanam pertama dari jiwa persatuan. Dan Kompeni Belanda kembali memakai alat
perpecahannya, untuk menguatkan kekuasaannya.
Tahukah tuan, bahwasanya tatkala
Pangeran Diponegoro, Amirul Mukminin Tanah Jawa telah dapat ditipu, perangnya
dikalahkan, maka Belanda membawa Pangeran Sentot Ali Basyah ke Minangkabau buat
mengalahkan Paderi. Tahukah tuan bahwa setelah Sentot merasa dirinya tertipu,
sebab yang diperanginya adalah kawan sefahamnya dalam Islam, dan setelah kaum
Paderi dan raja-raja Minangkabau memperhatikan ikatan serbannya sama dengan
ikatan serban Ulama Minangkabau, sudi menerima Sentot sebagai "Amir"
Islam di Minangkabau. Teringatkah tuan, bahwa lantaran rahasia bocor dan
Belanda tahu, Sentot pun diasingkan ke Bengkulu dan disana beliau berkubur buat
selama-lamanya."
Dari buku-buku Buya Hamka yang saya
punya, setidaknya ada dua buku yang di beberapa sub babnya nada geram Buya
Hamka begitu terasa, yakni buku “Dari Hati ke Hati” dan “Dari Perbendaharaan
Lama”. Kalau pada buku “Dari Hati ke Hati” kegeraman itu nampak ketika mengulas
kristenisasi tak beretika di awal Orde Baru, maka di buku “Dari Perbendaharaan
Lama” ketika Buya Hamka mengupas akan upaya penyingkiran peran Islam dari
sejarah nasional dan pengagungan Majapahit. Itu sebabnya pada masa pergerakan
nasional, para tokoh kebangsaan Islam menyebut fenomena ini sebagai
Majapahitisme yang di era sekarang menjelma menjadi sobat rahayu.
Majapahitisme memang merupakan projek
lama. Ia dimulai pasca Perang Jawa, yang awal mulanya dioperatori oleh Lembaga
Zending Belanda yang dipimpin Van den Bosch, Nederlandsch Zendeling Genootschap
(NZG). Bermula dari project penerjemahan Bible dalam bahasa Jawa, berubah
menjadi gerakan menghidupkan kembali sastra Jawa pra Islam, yang bermuara pada
keunggulan tanpa batas pada sejarah yang bernama Majapahit. Dari sinilah
nantinya semua mitos dan klenik sobat rahayu bermula.
Projek intelektual kaum indolog
kolonial.yang dimotori para cendekiawan gereja dan kaum teosofie itulah yang
nanti menghasilkan kelompok nasionalis sekular beraroma fasis Jawa. Ada dua
kekuatan politik yang bisa mewakili nasionalisme Indonesia, kata Sukarno, yakni
Sriwijaya dan Majapahit. Dengan kekuatan militernya, Majapahit melakukan
internal kolonialism, sehingga seluruh nusantara bersatu, lanjut Sukarno. Dalam
perjalanannya, kaum nasionalis sekular ini memandang rendah kontribusi Islam ke
negara ini. Seolah Indonesia hanya subordinasi Jawa, yang mendaku sebagai
pewaris Majapahit.
Oleh karena itu, Buya Hamka dalam
buku “Dari Perbendaharaan Lama” menguraikan peran Islam dalam membentuk gugus
peradaban yang bernama Indonesia. Ada kisah tentang Padepokan Giri sebagai
pusat Islam pertama di Jawa, relasi Islam dan Majapahit, peran Islam di Madura,
Minangkabau, Riau, Malaka dan tentu saja Aceh.
Dalam penelusuran Buya Hamka, Islam
adalah faktor utama dari persatuan bangsa yang bernama Indonesia ini. Tanpa
Islam, anak turun Sriwijaya tidak akan mau menyatu dengan keturunan Majapahit
yang dulu menghancurkan kekuasaan nenek moyangnya. Orang Sunda, juga akan
menolak bergabung dengan Jawa.
0 Comments:
Posting Komentar