Blog ini berisi tulisan orang lain. Sengaja saya kumpulkan disini agar bisa dibaca lagi di lain waktu, oleh saya dan oleh kita semua.
WHAT'S NEW?
Loading...

NADA GERAM BUYA HAMKA

 


Oleh: FB Arif Wibowo

 

"Kalau tuan membusungkan dada menyebut Gajah Mada, maka orang Sriwijaya akan berkata bahwa yang mendirikan Candi Borobudur adalah Raja Budha dari Sumatera, yang pernah menduduki pulau Jawa.

Kalau tuan membanggakan Majapahit, maka orang Melayu akan membuka Sitambo lamanya, menyatakan bahwa Hang Tuah pernah mengamuk dalam kraton Prabu Majapahit dan tidak ada satria Jawa yang berani menangkapnya.

Memang, di zaman Jahiliyah kita bermusuhan, kita berdendam, kita tidak bersatu. Islam kemudiannya adalah sebagai penanam pertama dari jiwa persatuan. Dan Kompeni Belanda kembali memakai alat perpecahannya, untuk menguatkan kekuasaannya.


Tahukah tuan, bahwasanya tatkala Pangeran Diponegoro, Amirul Mukminin Tanah Jawa telah dapat ditipu, perangnya dikalahkan, maka Belanda membawa Pangeran Sentot Ali Basyah ke Minangkabau buat mengalahkan Paderi. Tahukah tuan bahwa setelah Sentot merasa dirinya tertipu, sebab yang diperanginya adalah kawan sefahamnya dalam Islam, dan setelah kaum Paderi dan raja-raja Minangkabau memperhatikan ikatan serbannya sama dengan ikatan serban Ulama Minangkabau, sudi menerima Sentot sebagai "Amir" Islam di Minangkabau. Teringatkah tuan, bahwa lantaran rahasia bocor dan Belanda tahu, Sentot pun diasingkan ke Bengkulu dan disana beliau berkubur buat selama-lamanya."

Dari buku-buku Buya Hamka yang saya punya, setidaknya ada dua buku yang di beberapa sub babnya nada geram Buya Hamka begitu terasa, yakni buku “Dari Hati ke Hati” dan “Dari Perbendaharaan Lama”. Kalau pada buku “Dari Hati ke Hati” kegeraman itu nampak ketika mengulas kristenisasi tak beretika di awal Orde Baru, maka di buku “Dari Perbendaharaan Lama” ketika Buya Hamka mengupas akan upaya penyingkiran peran Islam dari sejarah nasional dan pengagungan Majapahit. Itu sebabnya pada masa pergerakan nasional, para tokoh kebangsaan Islam menyebut fenomena ini sebagai Majapahitisme yang di era sekarang menjelma menjadi sobat rahayu.

Majapahitisme memang merupakan projek lama. Ia dimulai pasca Perang Jawa, yang awal mulanya dioperatori oleh Lembaga Zending Belanda yang dipimpin Van den Bosch, Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG). Bermula dari project penerjemahan Bible dalam bahasa Jawa, berubah menjadi gerakan menghidupkan kembali sastra Jawa pra Islam, yang bermuara pada keunggulan tanpa batas pada sejarah yang bernama Majapahit. Dari sinilah nantinya semua mitos dan klenik sobat rahayu bermula.

Projek intelektual kaum indolog kolonial.yang dimotori para cendekiawan gereja dan kaum teosofie itulah yang nanti menghasilkan kelompok nasionalis sekular beraroma fasis Jawa. Ada dua kekuatan politik yang bisa mewakili nasionalisme Indonesia, kata Sukarno, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Dengan kekuatan militernya, Majapahit melakukan internal kolonialism, sehingga seluruh nusantara bersatu, lanjut Sukarno. Dalam perjalanannya, kaum nasionalis sekular ini memandang rendah kontribusi Islam ke negara ini. Seolah Indonesia hanya subordinasi Jawa, yang mendaku sebagai pewaris Majapahit.

Oleh karena itu, Buya Hamka dalam buku “Dari Perbendaharaan Lama” menguraikan peran Islam dalam membentuk gugus peradaban yang bernama Indonesia. Ada kisah tentang Padepokan Giri sebagai pusat Islam pertama di Jawa, relasi Islam dan Majapahit, peran Islam di Madura, Minangkabau, Riau, Malaka dan tentu saja Aceh.

Dalam penelusuran Buya Hamka, Islam adalah faktor utama dari persatuan bangsa yang bernama Indonesia ini. Tanpa Islam, anak turun Sriwijaya tidak akan mau menyatu dengan keturunan Majapahit yang dulu menghancurkan kekuasaan nenek moyangnya. Orang Sunda, juga akan menolak bergabung dengan Jawa.

 

0 Comments:

Posting Komentar