Yaitu
berjalan dengan mencurahkan segenap kemampuan untuk merusak keharmonisan
hubungan diantara manusia. Gambaran berjalan seperti ini dapat kita temukan
dalam firman Allah,
وَلَا تُطِعۡ
كُلَّ حَلَّافٖ مَّهِينٍ هَمَّازٖ مَّشَّآءِۢ بِنَمِيمٖ
"Dan
janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina,
suka mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah." Qs. Al-Qalam (68): 10-11.
Gambaran
berjalan menebar fitnah dimana-mana adalah seseorang membawa kabar dari suatu
kaum ke kaum lain, untuk mengadu domba antara kaum satu dengan kaum lain dan
menyulut kegaduhan dan perpecahan di antara mereka.
An-Namimah
bermakna umpatan atau fitnah. An-Namimah juga bermakna seseorang
berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah dan hoaks diantara manusia,
sehingga ia disifati Masysya’in (kian kemari) yang berfaedah Hiperbola.
Al-Masyyu
merupakan majaz Isti'arah yang berfungsi menunjukkan keburukan kondisi
pelaku, sebab diilustrasikan berjalan kesana-kemari dengan susah payah untuk
menyebarkan fitnah, seperti kata As-Sa'yu dalam firman Allah, "...dan
membuat kerusakan di bumi.." (Al-Ma'idah: 33). Yang demikian itu,
karena ayat datang dalam bentuk memberi ilustrasi menggunakan nama-nama yang
menyentuh perasaan, lebih berkesan dalam jiwa orang yang mendengar daripada
mengilustrasikannya dengan nama-nama yang dapat ditangkap dengan logika.
Karena
itu, "berjalan menyebarkan fitnah" menyimpan ilustrasi mengenai
kondisi orang yang senang berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah.
Perhatikanlah! Bukankah untuk mengungkapkan seseorang yang dibunuh, menggunakan
redaksi bahasa "kepalanya dipenggal," lebih menyentuh perasaan dan
lebih berkesan dalam jiwa, daripada Anda menggunakan redaksi "ia
dibunuh."
Sesungguhnya
penyebar fitnah ini berjalan diantara manusia menginformasikan hal-hal yang
merusak hati mereka, memutus mereka berkomunikasi, memutus tali silaturahmi,
dan menghilangkan kasih saying diantara mereka. Sungguh, berjalan yang demikian
itu merupakan perangai sangat tercela, sebagaimana ia menjadi prilaku orang
berjiwa rendah.
Tidak
bersifat demikian dan tidak pula mampu berbuat demikian, orang yang masih
menghargai dirinya sendiri, atau berharap dirinya dihormati orang lain. Bahkan
mereka yang membuka telinga untuk sekadar mendengar celotehan penyebar fitnah,
pihak yang meneruskan informasi fitnah tersebut, atau orang-orang yang berjalan
kesana-kemari menyebarkan keburukan saudaranya sendiri, hingga mereka yang
mendengarkannya sudah barang tentu jiwa mereka menolak untuk menghormati dan
simpati kepada penyebar fitnah.
Sesungguhnya
Rasulullah telah memberi peringatan kepada kita agar menjauhi sifat tercela
ini. Ibnu Abbas meriwayatkan, "Ketika Rasulullah berjalan melewati dua
buah kuburan, maka beliau bersabda,
"Sesungguhnya
dua penghuni kubur ini sedang disiksa, dan keduanya tidak disiksa sebab dosa
besar (menurut anggapan mereka). Adapun yang pertama, maka ia disiksa karena
tidak bersuci setelah kencing. Sementara yang kedua disiksa karena suka mengadu
domba (menyebarkan fitnah)."
Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah bersabda, "Kalian akan
menjumpai seburuk-buruk manusia, yaitu orang yang bermuka dua; ia datang
menemui mereka (kelompok manusia) dengan satu sikap, dan datang menemui mereka
(yang lain) dengan sikap yang lain."
Yaitu
orang itu mendatangi masing-masing kelompok, lalu memperlihatkan diri seolah
mendukung kelompok yang didatangi, memperlihatkan dirinya seolah membenci
kelompok yang tidak didatangi, dan ia pun melakukan hal yang sama pada saat
mendatangi kelompok yang lain.
Maksud
"Bermuka dua" adalah berbicara kepada salah satu pihak dengan satu
penyataan, lalu berbicara kepada pihak yang lain dengan pernyataan yang
berbeda. Karena itu, hakikat Namimah adalah menyebarkan rahasia atau
membuka aib seseorang yang tidak sepantasnya dibuka, bahkan seharusnya aib
tersebut ditutupi; kecuali menceritakannya bermanfaat bagi kaum muslimin,
seperti menjauhkan umat Islam dari keburukan, atau untuk menolak maksiat yang
lebih besar.
Hammad
bin Salamah bercerita, "Seseorang menjual budak laki-lakinya dengan
mengatakan bahwa budaknya itu tidak mempunyai cacat sedikitpun, hanya saja ia
adalah seorang budak yang suka mengadu domba. Kemudian datang seseorang membeli
budak itu dengan tidak menghiraukan aib tersebut. Setelah bertransaksi, sang
pembeli membawa budak itu ke rumah dan sang budak tinggal bersamanya beberapa
hari.
Pada
suatu hari, budak itu menemui istri tuannya dan berkata, "Suamimu tidak senang
kepadamu sehingga ia ingin memadu kamu dengan Perempuan lain. Apakah kamu ingin
suamimu jatuh cinta kepadamu?"
Perempuan
itu menjawab, "Tentu saja."
Budak
itu berkata kepada istri tuannya, "Ambillah pisau dan cukurlah jenggot suamimu
pada saat suamimu terlelap tidur."
Setelah
itu, sang budak pengadu domba ini mendatangi tuannya dan berkata kepadanya,
"Istrimu telah berselingkuh dan ia ingin membunuhmu. Apakah kamu ingin
membuktikannya?"
Sang
tuan menjawab, "Tentu saja!"
Budak
itu berkata, "Jika begitu, maka malam ini kamu berpura-puralah tidur
menunggu kedatangannya!"
Sang
tuan laki-laki itu pun mengikuti saran sang budak, dengan berpura-pura tidur di
tempat tidur biasa ia tidur bersama istrinya. Kemudian istrinya datang
menghampirinya dengan membawa pisau untuk mencukur jenggotnya, maka sang suami
pun terperanjak dan menduga istrinya akan membunuh dirinya.
Sang
suami lalu merebut pisau yang ada di tangan istrinya itu, lalu membunuh
istrinya dengan pisau tersebut. Setelah itu, pihak keluarga istri yang tidak
terima atas tindak pembunuhan tersebut mendatangi sang suami lalu membunuhnya.
Setelah itu, kedua belah pihak dari keluarga suami maupun pihak istri terlibat
saling bunuh.
Perhatikanlah,
betapa buruk dampak yang dihasilkan dari mengadu domba ini! Bagaimana perbuatan
mengadu domba ini merusak dan meracuni masyarakat yang hidup damai, melalui
sepasang suami-istri yang sebelumnya hidup harmonis menjadi saling bunuh,
hingga berujung saling bunuh antar kedua belah pihak.
Demikianlah
gambaran tentang berjalan menyebar fitnah. Semoga Allah melindungi kita dari
keburukannya. Ini merupakan gambaran lain dari indikasi berjalan, yang
melakukannya sangat tercela dan agama telah melarangnya.
Judul : Al-Qur'an Berbicara Bahasa Tubuh
Penulis : Prof. Dr. Ali Abu Kanu Ali Al-Jawari
ISBN : 9789795929314
Cover : Soft Cover
Halaman : 488 Halaman
Berat : 600 gr
Ukuran : 15,5 x 24 cm
Harga : Rp. 115,000
Pemesanan : Haitami – 0813
12322631
0 Comments:
Posting Komentar