Blog ini berisi tulisan orang lain. Sengaja saya kumpulkan disini agar bisa dibaca lagi di lain waktu, oleh saya dan oleh kita semua.
WHAT'S NEW?
Loading...

BERJALAN MENEBAR FITNAH

 


Yaitu berjalan dengan mencurahkan segenap kemampuan untuk merusak keharmonisan hubungan diantara manusia. Gambaran berjalan seperti ini dapat kita temukan dalam firman Allah,

 

وَلَا تُطِعۡ كُلَّ حَلَّافٖ مَّهِينٍ هَمَّازٖ مَّشَّآءِۢ بِنَمِيمٖ 

 

"Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, suka mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah." Qs. Al-Qalam (68): 10-11.

 

Gambaran berjalan menebar fitnah dimana-mana adalah seseorang membawa kabar dari suatu kaum ke kaum lain, untuk mengadu domba antara kaum satu dengan kaum lain dan menyulut kegaduhan dan perpecahan di antara mereka.

 

An-Namimah bermakna umpatan atau fitnah. An-Namimah juga bermakna seseorang berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah dan hoaks diantara manusia, sehingga ia disifati Masysya’in (kian kemari) yang berfaedah Hiperbola.

 

Al-Masyyu merupakan majaz Isti'arah yang berfungsi menunjukkan keburukan kondisi pelaku, sebab diilustrasikan berjalan kesana-kemari dengan susah payah untuk menyebarkan fitnah, seperti kata As-Sa'yu dalam firman Allah, "...dan membuat kerusakan di bumi.." (Al-Ma'idah: 33). Yang demikian itu, karena ayat datang dalam bentuk memberi ilustrasi menggunakan nama-nama yang menyentuh perasaan, lebih berkesan dalam jiwa orang yang mendengar daripada mengilustrasikannya dengan nama-nama yang dapat ditangkap dengan logika.

 

Karena itu, "berjalan menyebarkan fitnah" menyimpan ilustrasi mengenai kondisi orang yang senang berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah. Perhatikanlah! Bukankah untuk mengungkapkan seseorang yang dibunuh, menggunakan redaksi bahasa "kepalanya dipenggal," lebih menyentuh perasaan dan lebih berkesan dalam jiwa, daripada Anda menggunakan redaksi "ia dibunuh."

 

Sesungguhnya penyebar fitnah ini berjalan diantara manusia menginformasikan hal-hal yang merusak hati mereka, memutus mereka berkomunikasi, memutus tali silaturahmi, dan menghilangkan kasih saying diantara mereka. Sungguh, berjalan yang demikian itu merupakan perangai sangat tercela, sebagaimana ia menjadi prilaku orang berjiwa rendah.

 

Tidak bersifat demikian dan tidak pula mampu berbuat demikian, orang yang masih menghargai dirinya sendiri, atau berharap dirinya dihormati orang lain. Bahkan mereka yang membuka telinga untuk sekadar mendengar celotehan penyebar fitnah, pihak yang meneruskan informasi fitnah tersebut, atau orang-orang yang berjalan kesana-kemari menyebarkan keburukan saudaranya sendiri, hingga mereka yang mendengarkannya sudah barang tentu jiwa mereka menolak untuk menghormati dan simpati kepada penyebar fitnah.

 

Sesungguhnya Rasulullah telah memberi peringatan kepada kita agar menjauhi sifat tercela ini. Ibnu Abbas meriwayatkan, "Ketika Rasulullah berjalan melewati dua buah kuburan, maka beliau bersabda,

 

"Sesungguhnya dua penghuni kubur ini sedang disiksa, dan keduanya tidak disiksa sebab dosa besar (menurut anggapan mereka). Adapun yang pertama, maka ia disiksa karena tidak bersuci setelah kencing. Sementara yang kedua disiksa karena suka mengadu domba (menyebarkan fitnah)."

 

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah bersabda, "Kalian akan menjumpai seburuk-buruk manusia, yaitu orang yang bermuka dua; ia datang menemui mereka (kelompok manusia) dengan satu sikap, dan datang menemui mereka (yang lain) dengan sikap yang lain."

 

Yaitu orang itu mendatangi masing-masing kelompok, lalu memperlihatkan diri seolah mendukung kelompok yang didatangi, memperlihatkan dirinya seolah membenci kelompok yang tidak didatangi, dan ia pun melakukan hal yang sama pada saat mendatangi kelompok yang lain.

 

Maksud "Bermuka dua" adalah berbicara kepada salah satu pihak dengan satu penyataan, lalu berbicara kepada pihak yang lain dengan pernyataan yang berbeda. Karena itu, hakikat Namimah adalah menyebarkan rahasia atau membuka aib seseorang yang tidak sepantasnya dibuka, bahkan seharusnya aib tersebut ditutupi; kecuali menceritakannya bermanfaat bagi kaum muslimin, seperti menjauhkan umat Islam dari keburukan, atau untuk menolak maksiat yang lebih besar.

 


Hammad bin Salamah bercerita, "Seseorang menjual budak laki-lakinya dengan mengatakan bahwa budaknya itu tidak mempunyai cacat sedikitpun, hanya saja ia adalah seorang budak yang suka mengadu domba. Kemudian datang seseorang membeli budak itu dengan tidak menghiraukan aib tersebut. Setelah bertransaksi, sang pembeli membawa budak itu ke rumah dan sang budak tinggal bersamanya beberapa hari.

 

Pada suatu hari, budak itu menemui istri tuannya dan berkata, "Suamimu tidak senang kepadamu sehingga ia ingin memadu kamu dengan Perempuan lain. Apakah kamu ingin suamimu jatuh cinta kepadamu?"

 

Perempuan itu menjawab, "Tentu saja."

 

Budak itu berkata kepada istri tuannya, "Ambillah pisau dan cukurlah jenggot suamimu pada saat suamimu terlelap tidur."

 

Setelah itu, sang budak pengadu domba ini mendatangi tuannya dan berkata kepadanya, "Istrimu telah berselingkuh dan ia ingin membunuhmu. Apakah kamu ingin membuktikannya?"

 

Sang tuan menjawab, "Tentu saja!"

 

Budak itu berkata, "Jika begitu, maka malam ini kamu berpura-puralah tidur menunggu kedatangannya!"

 

Sang tuan laki-laki itu pun mengikuti saran sang budak, dengan berpura-pura tidur di tempat tidur biasa ia tidur bersama istrinya. Kemudian istrinya datang menghampirinya dengan membawa pisau untuk mencukur jenggotnya, maka sang suami pun terperanjak dan menduga istrinya akan membunuh dirinya.

 

Sang suami lalu merebut pisau yang ada di tangan istrinya itu, lalu membunuh istrinya dengan pisau tersebut. Setelah itu, pihak keluarga istri yang tidak terima atas tindak pembunuhan tersebut mendatangi sang suami lalu membunuhnya. Setelah itu, kedua belah pihak dari keluarga suami maupun pihak istri terlibat saling bunuh.

 

Perhatikanlah, betapa buruk dampak yang dihasilkan dari mengadu domba ini! Bagaimana perbuatan mengadu domba ini merusak dan meracuni masyarakat yang hidup damai, melalui sepasang suami-istri yang sebelumnya hidup harmonis menjadi saling bunuh, hingga berujung saling bunuh antar kedua belah pihak.

 

Demikianlah gambaran tentang berjalan menyebar fitnah. Semoga Allah melindungi kita dari keburukannya. Ini merupakan gambaran lain dari indikasi berjalan, yang melakukannya sangat tercela dan agama telah melarangnya.

 


Judul : Al-Qur'an Berbicara Bahasa Tubuh

Penulis : Prof. Dr. Ali Abu Kanu Ali Al-Jawari

ISBN : 9789795929314

Cover : Soft Cover

Halaman : 488 Halaman

Berat : 600 gr

Ukuran : 15,5 x 24 cm

Harga : Rp. 115,000

Pemesanan : Haitami – 0813 12322631

 

 

0 Comments:

Posting Komentar