Oleh: KH.
Dr. Muhammad Nursalim
Secara
geneologi Yusuf Qardhawi dengan ulama Salafi itu sama, yaitu terpengaruh
pemikiran Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayim. Bedanya ia juga dapat percikan
pemikiran Hassan Al Bana, pendiri Ikhwanul Muslimin, sehingga lebih kental
sebagai ulama pergerakan. Karena itu pula akhir hayatnya bukan di Mesir di mana
ia menjadi ulama yang tidak disukai penguasa, tetapi beliau wafat di Qatar.
Karyanya sangat
banyak, ada sekitar 120 judul. Salah satunya adalah kitab “Al Halal wal
Haram Fi Al Islam” (Halal haram dalam Islam). Pada kitab ini beliau
membahas banyak hal tentang kehidupan. Salah satunya adalah perihal nyanyian
dan musik.
Intinya beliau
membolehkan musik. Mendengarkan maupun bermain musik itu mubah. Tidak dilarang
dalam hukum Islam. Kesimpulan itu ia sandarkan dari sejumlah dalil dan
peristiwa yang terjadi pada zaman Nabi berikut ini.
1. Hadis
Bukrari dari Aisyah ra
صحيح البخارى - (ج 17 / ص 247)
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا زَفَّتِ
امْرَأَةً إِلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ فَقَالَ نَبِىُّ اللَّهِ - صلى الله عليه
وسلم - « يَا عَائِشَةُ مَا كَانَ مَعَكُمْ لَهْوٌ فَإِنَّ الأَنْصَارَ
يُعْجِبُهُمُ اللَّهْوُ
“Dari Asiyah
ra, bahwa suatu hari mengantarkan pengantin perempuan ke tempat pengantin
laki-laki dari kalangan Anshar. Lalu Nabi kemudian bersabda, “Wahai Aisyah,
mereka tidak menyertakan hiburan ? Orang-orang Anshar itu menyukai hiburan”.
(Hr. Bukhari)
Hiburan dalam
hadis ini berarti nyanyian. Ini diperkuat dengan penjelasan Ibnu Hajar dalam
kitab Fathul Bari, bahwa di Madinah ada seorang penyanyi wanita yang bernama
Hamamah. Diperkuat lagi dengan hadis dari Abi Mas’ud bahwa Rasulullah saw
memberi rukhsah untuk bernyanyi di saat walimatul ursy.
2. Hadis Ibnu
Majah dari Ibnu Abas yang menggambarkan tentang romantisnya sahabat Anshar sebagai
berikut.
سنن ابن ماجه - (ج 6 / ص 96)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَنْكَحَتْ
عَائِشَةُ ذَاتَ قَرَابَةٍ لَهَا مِنَ الأَنْصَارِ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- فَقَالَ « أَهْدَيْتُمُ الْفَتَاةَ ». قَالُوا نَعَمْ. قَالَ «
أَرْسَلْتُمْ مَعَهَا مَنْ يُغَنِّى قَالَتْ لاَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « إِنَّ الأَنْصَارَ قَوْمٌ فِيهِمْ غَزَلٌ فَلَوْ بَعَثْتُمْ
مَعَهَا مَنْ يَقُولُ أَتَيْنَاكُمْ أَتَيْنَاكُمْ فَحَيَّانَا
وَحَيَّاكُمْ
“Dari Ibnu
Abas ra berkata, Ketika Aisyah menikahkan kerabat dekatnya dengan laki-laki
Anshar, datanglah Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Apa kamu menghadiahkan
gadis itu ?”. Mereka menjawab, “iya”. Rasulullah Kembali bertanya, “Apakah
kalain juga menyertakan orang yang akan menyanyi ?”. Aisyah menjawab, “Tidak”.
Lantas Rasulullah saw bersabda, “ sesungguhnya orang-orang Anshar itu romantis.
Karena itu alangkah baiknya kalian juga menyertakan penyair yang menuturkan,
“Kami datang kepada kalian, Kami datang pada kalian, sejahteralah kami, sejahteralah
kalian”. (Hr. Ibnu Majah)
Yusuf Qardhawi
menjelaskan lebih lanjut , bahwa penyair yang mendendangkan puisi dalam sejarah
memiliki hubungan dengan fenomena musik. Itulah sebabnya beliau menyuguhkan
hadis tersebut sebagai penguat tentang bolehnya menyanyi dan bermusik.
3. Hadis
Bukhari dari Aisyah
صحيح البخارى - (ج 4 / ص 94)
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ
رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَعِنْدِى جَارِيَتَانِ تُغَنِّيَانِ
بِغِنَاءِ بُعَاثَ ، فَاضْطَجَعَ عَلَى الْفِرَاشِ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ ، وَدَخَلَ
أَبُو بَكْرٍ فَانْتَهَرَنِى وَقَالَ مِزْمَارَةُ الشَّيْطَانِ عِنْدَ النَّبِىِّ
- صلى الله عليه وسلم - فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ - عَلَيْهِ
السَّلاَمُ - فَقَالَ « دَعْهُمَا » فَلَمَّا غَفَلَ غَمَزْتُهُمَا فَخَرَجَتَا
“Dari Aisyah
ra berkata, Rasulullah saw masuk ke rumahku, saat itu ada dua gadis yang sedang
menyanyikan lagu perang bu’ats. Lalu Nabi saw berbaring seraya menutupi
wajahnya. Kemudian masuklah Abu Bakar Sidiq dan ia membentak, “mengapa ada
seruling setan di rumah Nabi saw ?” Maka Rasulullah saw mendekati Abu Bakar
Sidiq seraya bersabda, “Biarkan saja mereka”. Ketika Abu Bakar lengah aku
kerlingi gadis itu dan merekapun keluar”. (Hari. Bukhari)
Abu Bakar Sidiq
itu bapaknya Aisyah, dengan demikian ia mertuanya Nabi saw. Rasulullah saw
membiarkan dua gadis itu menyanyi bahkan melarang Abu Bakar Sidiq menghentikan.
Ini merupakan jenis hadis taqriri. Beliau tidak memerintah juga tidak melarang
gadis tersebut menyanyi. Maka dapat dijadikan hujjah bahwa menyanyi itu boleh.
Masih banyak
lagi hadis yang disampaikan Yusuf Qardhawi untuk mendukung pendapatnya bahwa
musik itu boleh. Hanya saja ada beberapa nyanyian dan musik yang haram. Di
antaranya adalah. Nyanyian yang mendendangkan pujian kepada kemaksiatan. Memuji
khamar, judi maupun perzinahan. Misalnya lagu berjudul wedus yang dinyanyikan
Wiwik Sagita. Isinya full menganjurkan perzinahan daripada menikah.
Ada juga
syairnya baik-baik saja tetapi penyanyinya setengah telanjang, lenggak-lenggok
mengumbar syahwat. Ini juga haram ditonton. Atau syairnya baik penyanyinya
sopan tetapi berlebihan dalam bermusik. Misalnya dua hari dua malam konser.
Jelas ini juga dilarang.
Intinya,
menurut Syiekh Yusuf Qardhawi nyanyian dan musik itu boleh sekedarnya saja
untuk melepas penat dan menyegaran. Jangan dipakai untuk maksiat atau
mendatangkan maksiat sehingga manusia lalai atas tugas pokoknya, yaitu
beribadah kepada Allah.
Tahun 90 an,
Emha Ainun Najib menulis buku berjudul, “Anggukan Ritmis Kaki Sang Kyai”.
Dikisahkan ada kyai yang mengharamkan musik. Dimana-mana ia ceramah tentang
haramnya musik.
Suatu saat
ketika lagi santai sang kyai duduk di kursi. Alunan musik dari seberang
terdengar nyaring. Para santri memperhatikan kaki pak kyai yang turun naik
mengikuti irama musik itu.
Ternyata beliau
mengharamkan musik tetapi diam-diam menikmatinya. Wallahu’alam
Sumber : FB
Johan Wahyudi
0 Comments:
Posting Komentar