Oleh : Ahmad Misbahul Anam
Firman Allah dalam QS. Ali
‘Imran (3): 33,
إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰ ءَادَمَ وَنُوحًا وَءَالَ إِبْرَٰهِيمَ وَءَالَ عِمْرَٰنَ
عَلَى ٱلْعَٰلَمِينَ
“Sesungguhnya
Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi
segala umat (di masa mereka masing-masing)”, (QS. Ali ‘Imran, 33)
Kita bisa memilih, namun sangat terbatas. Bisa benar,
dan malah banyak salahnya. Apalagi saat manusia memilih, mereka dibatasi oleh
umur dan masa kehidupannya. Pilihan manusia perlu pertolongan orang lain dan
istikhoroh untuk membantu meyakinkanya.
Lebih sulit lagi memilih pimpinan yang akan membantu
kita menemukan kebenaran. Masalah dan kurangnya kemampuan manusia mempengaruhi
proses dan putusan yang akan dibuat. Ayat dan kisah yang terkait dengan pribadi
pribadi yang dipilih Allah bisa membantu kita, bagaimana menemukan orang orang
pilihan itu.
Mereka tidak dipilih oleh manusia, tapi disiapkan dan
dipilih Allah. Manusia pilihan dikirim sebagai prototype bagi makhluk lainnya
yang telah dibekali dengan khoira ummah, sebaik baik umat. Akal, hati
dan jasad terpadu mengikuti suruhanNya.
Nabiyullah Adam, Nuh, Keluarga Ibrahim dan juga
Keluarga Imran, menjadi jendela yang menyinari. Laksana kunci pembuka bagi umat
ini , bagaimana pemimpin itu bercita-cita, menyiapkan diri dengan latihan dan
taqarrub, membangun keluarga. Bahkan, mereka diseleksi langsung oleh Allah,
siap yang akan bersama dan siapa yang gugur ditengah jalan.
Mereka dilebihkan, diberikan kemampuan diatas rata
rata manusia pada umumnya. Baik saat menghadapi kaumnya, ataupuan keluarganya.
Bahkan, tanah tempat berpijak, air tempat berlayar, gunung tempat mendaki,
harta sebagai sarana pembiayaan dan nyawa sebagai taruhan perjuangan,
diletakkan dihadapanya menjadi ujian ketaatan.
Maka berbahagialah, jika kita sedang melakukan
aktivitas sebagaimana mereka, mewujudkan ketaatan dan
mendakwahkan agama ini sekuat tenaga. Seperti Nuh yang memanfaatkan umurnya
yang sangat panjang untuk mengabdi dalam dakwah. Taruhlan, sepertiga saja kita
melihatnya, berarti 600 tahun bertekun dalam usaha transformasi sosial. Mengingatkan
manusia tentang keberadaan Allah sebagai pusat "gravitasi". Bukan
akal dan intuisi sebagaimana konsep para filosof ateis.
Atau seperti Rasul Ibrahim, yang telah mengenalkan
konsep dialetika kritis dalam menyadarkan manusia. Menyadarkan keluarga inti
dan usrah besarnya. Bahkan menyiapkan kepemimpinanya dengan cara
pelibatan langsung anggota keluarganya, anak anak dan istrinya dalm mewujudkan
"Buldah Aminah". Negara penuh keamanan bagi para penghuninya,
karena amat dekatnya dengan Allah dan nilai nilai yang diajarkannya.
Demikian juga keluarga Imran yang sangat legendaris,
suami istri yang tidak bosan bosan meminta kepada Allah walaupun dalam umur
yang sudah monopause secara scienctific. Kuasa Allah merontokkan
konsepsi yang dibangun manusia dengan akal pikiranya.
Sebagaimana orang orang pilihan diatas, mintalah
kepadaNya, jika kepimimpinan itu ada pada diri kita. Sekecil apapun
kepemimpinan itu, pastilah sangat memerlukan keterlibatan Allah, walaupun hanya
sekejap mata. Sampai ada yang mengatakan, "pemimpin itu adalah wakil Allah
dimuka bumi ini". Ungkapan penuh wisdem ilahiyah, bagi kita para pemimpin
diri sendiri, keluarga, masyarakat, lembaga sosial dan lembaga negara.
Pemimpin sejati adalah saat mencurahkan seluruh daya
dan upayanya semakin dekat dengan Allah dan kehidupan akhirat, bukan
sebaliknya.
PondokRanggo, 16/2/21
0 Comments:
Posting Komentar