Oleh : FB Hamdi Akhsan
Akhir-akhir ini dari berita massmedia kita sering mengelus dada.
- Ada anak yang
mengadukan ibunya hanya karena masalah sertifikat almarhum ayahnya.
- Ada anak yang
sampai tega mengadukan secara pidana dan ingin memenjarakan orangtua karena
urusan harta,
- Bahkan ada anak
yang tega memukul orangtuanya karena meminta warisan? (padahal orang tuanya
masih hidup).
Lantas bagaimana pandangan Islam mengenai hak orang tua terhadap
harta anak?
Dalam hadis riwayat Thabrani dari Jarir RA, ada seorang anak muda
mengadu kepada Rasulullah SAW. Ia
berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku.”
Mendengar pengaduan anak muda itu, Rasul berkata, “Pergilah kamu
dan bawa ayahmu kesini!”
Setelah anak muda itu berlalu, Malaikat Jibril turun menyampaikan
salam dan pesan Allah kepada beliau. Jibril berkata; “Ya, Muhammad, Allah 'Azza
wa Jalla menyampaikan salam untukmu, dan berpesan, kalau orang tuanya datang,
engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tidak
didengarkan oleh telinganya.”
Tak lama, anak muda itu datang bersama ayahnya. Rasulullah kemudian
bertanya orang tua itu. “Mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin
mengambil uangnya?”
Sang ayah yang sudah tua itu menjawab, “Tanyakan saja kepadanya, ya
Rasulullah. Bukankah saya menafkahkan uang itu untuk beberapa orang ammati
(saudara ayahnya) atau khalati (saudara ibu)-nya, dan untuk keperluan saya
sendiri?”
Rasulullah bersabda lagi, “Lupakanlah hal itu. Sekarang
ceritakanlah kepadaku apa yang engkau katakan di dalam hatimu dan tak pernah
didengar oleh telingamu.”
Maka wajah keriput lelaki tua itu pun menjadi cerah dan tampak
bahagia. Dia berkata, “Demi Allah, ya Rasulullah, dengan ini Allah SWT berkenan
menambah kuat keimananku dengan kerasulanmu. Memang saya pernah menangisi nasib
malangku dan kedua telingaku tak pernah mendengarnya.”
Rasulullah mendesak, “Katakanlah, aku ingin mendengarnya.”
Orang tua itu berkata dengan air mata yang berlinang. “Saya
mengatakan kepadanya kata-kata ini, 'Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu
waktu muda. Semua hasil jerih-payahku kau minum dan kau reguk puas. Bila kau
sakit di malam hari, hatiku gundah dan gelisah. Lantaran sakit dan deritamu,
aku tak bisa tidur dan resah. Bagai akulah yang sakit, bukan kau yang menderita.”
“Lalu air mataku berlinang-linang dan mengucur deras. Hatiku takut
engkau disambar maut, padahal aku tahu ajal pasti datang. Setelah engkau
dewasa, dan mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan,
kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan.”
“Sayang, kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau
perlakukan aku seperti tetangga jauhmu. Engkau selalu
menyalahkan dan membentakku, seolah-olah kebenaran selalu menempel di dirimu.
Seakan-akan kesejukan bagi orang-orang yang benar sudah dipasrahkan.”
Selanjutnya Jabir berkata, “Pada saat itu Nabi langsung memegangi
ujung baju pada leher anak itu, seraya berkata, ‘Engkau dan hartamu milik
ayahmu!”
Dari kisah ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa ketika sudah
besar, sebagai anak kadang kita lupa kepada orang tua yang telah berjuang
mencari nafkah untuk kita. Ayah kita memberikan segala apa yang dimilikinya
tanpa pernah meminta kembali.
Sedangkan kita, ketika akan memberi sesuatu untuk ayah dan ibu,
begitu banyak pertimbangan. Tak jarang, kita mencari dan membuat berbagai
alasan agar kepunyaan yang dimiliki tidak berpindah kepada orang tua kita.
Dalam kesempatan ini, marilah kita terus mencintai dan menyayangi
keduanya, sebelum mereka pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Bersegeralah untuk berbakti sebelum terlambat!!!!
0 Comments:
Posting Komentar