Ternyata masih banyak yang belum
kenal dengan Salatiga. Banyak yang mengira bahwa Salatiga itu bagian dari Solo.
Malah dikiranya Salatiga = Solo. Beda jauh gaes.
Lidah orang Jawa melafadzkan
Salatiga itu menjadi “Solotigo”. Mungkin karena awalan namanya
ada Solo jadi dikiranya sama dengan Solo atau Surakarta. Padahal Salatiga itu
jaraknya 50 km dari Solo. Dan usianya lebih tua jauh. Artinya Salatiga lebih
duluan ada dibandingkan Solo.
Wajar sih kalau masih pada
bingung. Makanya kujelasin lebih lanjut ya. Biar pada mudeng. Salatiga itu
kotanya keciiiiillll banget, cuma terdiri dari 4 kecamatan. Buat muterin
Salatiga dari ujung ke ujung paling butuh waktu satu jam. Nah, kota Salatiga yg
mungil ini terletak di pertengahan antara Solo dan Semarang. Jarak ke Solo
ataupun ke Semarang hampir sama yaitu 50 km.
Salatiga dikelilingi wilayah Kab
Semarang yang
memang wilayahnya luas. Jadi Salatiga itu kayak berada di titik pusat lingkaran.
Daerah sekitarnya adalah Kab Semarang. Luas Salatiga hanya 54 km. Hanya seluas
sebuah kecamatan di kabupaten lain. Bahkan Kec Getasan (area Merbabu) lebih
luas dari Kota Salatiga.
Perlu dibedakan juga antara Kota
Semarang dg Kab Semarang ya. Karena sering pada keliru. Wilayah Semarang secara
administratif memang dibagi dua yaitu Kota Semarang dan Kab Semarang. Kota
Semarang identik dg Simpang Lima, Undip, Lawang Sewu, pelabuhan dll. Sedangkan Kab
Semarang itu pusat kotanya di Ungaran. Dan memiliki banyak kecamatan yg
mengitari wilayah Salatiga. Biasanya warga wilayah Kab Semarang yg mengitari
Salatiga itu lebih seneng disebut sbg orang Salatiga krn jarak ke salatiga
lebih dekat drpd ke Ungaran.
Salatiga itu kota mungil di kaki Gunung Merbabu. Hampir dimanapun
kita berada, Gunung Merbabu terlihat jelas menjulang tinggi, ikonik banget.
Gunung cantik ini terlihat dari jalan raya Solo Semarang, pasar, alun-alun,
juga gerbang tol. Tau gak sih, gerbang tol Salatiga mendapat predikat sebagai
gerbang tol dengan pemandangan tercantik se-Indonesia.
Salatiga ini kotanya sejuk dan
cantik. Kota favorit para meneer Belanda di jaman penjajahan dulu. Kota
destinasi wisata para londo. Dulu banyak sekali warga Belanda yg
bermukim disini. Saking banyaknya londo yg tinggal di kota sejuk ini, maka
pemerintah kolonial Belanda membangun infrastruktur dan kantor pelayanan publik
yg sangat bagus dan lengkap di zamannya. Semua infrastruktur itu dimaksudkan
utk memudahkan segala urusan para warga Belanda. Itulah mengapa dari dulu
pelayanan publik salatiga selalu nomor satu.
Salatiga memang memiliki posisi
yang strategis secara geografis. Itulah sebabnya VOC menaruh perhatian istimewa
kepada Salatiga dengan menjadikannya sebagai kota garnisun atau kota militer.
Periode selanjutnya setelah VOC bangkrut dan digantikan oleh pemerintah Hindia
Belanda, Salatiga dijadikan sebagai kota perkebunan, lalu kotapraja (gemeente).
Semua itu membuat catatan sejarah Salatiga menjadi lebih kaya dibanding
beberapa kota di sekitarnya.
Salatiga adalah gemeente
terkecil di Hindia Belanda dengan luas 1.200 hektar saja. Atau menyerupai
segi empat ukuran 3 x 4 kilometer. Setelah Indonesia merdeka, Salatiga hanya
terdiri dari 1 kecamatan saja. Bahkan sampai sekarang Salatiga masih termasuk
kategori kota kecil.
Pada zaman kerajaan Mataram,
Salatiga memainkan peran besar dalam upaya perdamaian diantara para raja yang
sedang bertikai. Perjanjian Salatiga 1757 menjadi solusi dalam pertikaian
antara VOC, Kerajaan Yogyakarta serta Kerajaan Surakarta. Serta menjadi moment
lahirnya Mangkunegaran. Salatiga dipilih menjadi lokasi perjanjian karena
letaknya yang strategis. Yaitu dekat semua dari Semarang (markas VOC), Solo,
maupun Jogja.
Dengan letak yang sangat
strategis diantara VOC dan pusat kerajaan Jawa, tak heran dulu VOC menjadikan
Salatiga sebagai kota garnisun (militer). Di tahun 1746 VOC membangun benteng
De Hersteller. VOC juga menjadikan Salatiga sebagai lumbung kopi. Bahkan dulu
ada "Raja Kopi dari Salatiga" yang sangat terkenal kekayaanya
yaitu Piere Hamar de la Brithoniere. Konon dari dialah muncul budaya
minum kopi di Salatiga yang selanjutnya menyebar ke seluruh penjuru Hindia
Belanda.
Selain kopi, muncul juga
perkebunan coklat, teh dan lainnya. Semuanya dikuasai oleh warga kulit putih.
Saking banyaknya perkebunan disini akhirnya dibangun jalur kereta api untuk
mengangkut hasil bumi yang melimpah dan juga kepentingan militer. Itulah alasan
mengapa jaringan rel kereta api pertama yang dibangun adalah rute Semarang-Surabaya,
bukan Batavia-Surabaya.
Akhirnya di tahun 1862 dibangun
rel kereta api yg pertama kali di Jawa yaitu rute yang melewati Salatiga,
Ambarawa, Ungaran. Semuanya bertujuan untuk mengangkut hasil bumi yang melimpah
dari lereng Merbabu.
Saat itu
Salatiga identik sebagai kotanya warga kulit putih. Komposisi jumlah warga
kulit putih mencapai 20% dari jumlah total warga. Di tahun 1930 tercatat warga
kulit putih yang menetap di Salatiga sebanyak 4.338 jiwa. Hanya bangunan warga kulit putih
yang terlihat di ruas jalan utama, karena memang peraturannya seperti itu.
Warga pribumi dilarang membangun rumah di sepanjang ruas jalan utama. Mereka
hanya boleh menghuni wilayah pedesaan. Sehingga yang berseliweran di pusat kota
hanyalah warga kulit putih. Itulah mengapa hanya gedung-gedung tinggi menjulang
khas arsitektur Eropa bertebaran di penjuru kota. Juga gereja megah gampang
ditemui. Karena memang dulu warga pribumi dilarang menghuni wilayah kota.
Sampai saat ini di Salatiga masih
mudah ditemui bangunan-bangunan tua khas Belanda. Rumah besar dengan jendela
tinggi. Bangunan tua peninggalan Belanda yg dijadikan cagar budaya. Meskipun
kotanya sangat kecil, tapi disini bisa ditemukan berbagai macam suku bangsa dan
agama. Dengan mudah kita bisa menemukan mahasiswa Papua, Ambon, Medan, ataupun
NTT yg sedang menuntut ilmu disini. Ada yg sedang kuliah di UKSW ataupun
sekolah teologi. Jangan salah, disini juga ada IAIN yg gedungnya sangat megah.
Sering juga kita menjumpai bule
yg sedang motoran di jalan, atau sedang belanja di supermarket, atau sekedar
jalan-jalan di trotoar. Mereka bisa jadi para pendeta ataupun guru di sekolah
internasional. Atau bisa jadi karyawan perusahaan swasta asing. Yeah, disini
terdapat beberapa perusahaan multinasional.
Udah punya gambaran tentang
Salatiga ya Gaes. Nah Gunung Merbabu itu sebetulnya masuk wilayah Kab Semarang,
Kab Boyolali, dan Kab Magelang. Tapi entah mengapa Merbabu identik dg Salatiga.
Mungkin karena Salatiga itu kota terdekat dari Merbabu. Dan saya sering motoran
menjelajah segarnya gunung Merbabu. Deket kok dari Salatiga. Bahkan gunung ini
terlihat jelas dari Pasaraya, pusatnya Salatiga. Itulah mengapa kota cantik ini
identik dg Gunung Merbabu.
Kota Salatiga itu selalu
ngangenin. Siapapun yg pernah berkunjung ke kota ini pasti akan selalu kangen
utk berkunjung kembali. Dan disinilah saya tinggal. Demikian tulisan saya copy dr mbak
Widi.
0 Comments:
Posting Komentar