Oleh: Dr. Adian Husaini
Sejak berintegrasi dengan Indonesia tahun 1975,
masalah Timor Timur terus menjadi isu politik di dunia internasional. Integrasi
Timor Timur ke Indonesia itu didukung oleh Amerika Serikat, tetapi tidak diakui
oleh PBB. Karena itu sudah menjadi keputusan pemerintah RI, maka Mohammad
Natsir pun membela sikap Indonesia itu di dunia internasional.
Pak Natsir membahas masalah Timor Timur dalam
Muktamar Islam se-Dunia di Mekkah, pada 7 Desember 1975. Itu hanya tujuh bulan
sebelum secara resmi Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia pada 17 Juli
1976.
Timor Timur merupakan sebuah wilayah bekas koloni
Portugis menjadi sebuah provinsi termuda di Indonesia merupakan provinsi
Indonesia yang ke-27. Timor Timur berintegrasi dengan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) setelah dijajah selama 450 tahun oleh Portugal.
Sikap Pak Natsir itu menunjukkan kenegarawanannya.
Meskipun hubungannya dengan pemerintah RI ketika itu kurang harmonis, tetapi
Mohammad Natsir -- dalam kedudukannya sebagai Wakil Ketua Muktamar Islam
Se-Dunia -- turut serta menerangkan kedudukan Indonesia menghadapi kemelut
politik di daerah Timor Timur pada pleno badan tersebut di Makkah pada bulan
Desember 1975. Sementara sidang eksekutif Majelis Ta’sisi Muktamar Islam
tersebut berlangsung tanggal 7 Desember 1975, berita-berita pers dan radio
Saudi menyiarkan jatuhnya kota Dilli ke tangan pasukan pro-Indonesia.
Di waktu masalah Timor Timur merupakan masalah
gawat di PBB dan di dunia internasional umumnya, diusahakannya agar “Mu’tamar
Alam Islam” tampil dengan pernyataan menyokong sepenuhnya pendirian Republik
Indonesia. Diadakannya konferensi-konferensi pers antara lain di Pakistan
dengan tema: “Kami tidak bisa membiarkan sebagian dari bangsa kami
berbunuh-bunuhan di hadapan kami sambil kami berpeluk tangan!”
Setelah Timor Timur berintegrasi ke dalam NKRI,
Pak Natsir berpesan kepada para dai Dewan Dakwah, “Ini peluang untuk berdakwah
ke Timor Timur!” Pesan Pak Natsir langsung disambut oleh para pengurus Dewan
Dakwah untuk mengirimkan para dainya ke Timtim, termasuk Ustadz Syuhada Bahri
(Allah Yarham) yang ditugaskan untuk membuka jalan dakwah ke Dilli hingga ke
pelosok pedalaman Timtim.
Salah satu nasehat yang terus dipesankan oleh
Mohammad Natsir kepada para dai adalah tentang keikhlasan dalam berdakwah.
Ikhlas bukan kerja gampang. Ujian keikhlasan bagi para dai sangat besar. Para
dai biasanya diuji dengan berbagai tantangan. Biasanya, awalnya berupa
tantangan kekurangan materi. Pada tahap ini berbagai tawaran untuk melakukan
sesuatu yang bertentangan hati-nuraninya acapkali berdatangan. Misalnya,
diminta dukung-mendukung dan puji-memuji orang-orang tertentu yang tidak sesuai
dengan tuntunan Islam.
Dalam memilih pemimpin, misalnya. Islam memiliki
panduan yang jelas. Pilih yang terbaik dari yang ada. Jangan memilih karena
kepentingan pribadi atau golongan, padahal yang dipilihnya itu bukanlah yang
terbaik. Tentu kriteria terbaik harus didasarkan pada ilmu. Ini godaan dan
ujian keikhlasan yang berat.
Setelah materi dan popularitas tercapai, ujian
berikutnya adalah kesombongan dan iri hati (dengki). Setan sangat paham
bagaimana menyesatkan manusia. Setan senantiasa mencari jalan untuk menyesatkan
manusia dari berbagai arah. Karena itulah, para pejuang dakwah harus senantiasa
menguatkan hubungan dengan Allah, agar selamat dari tipudaya setan.
Sebagai tokoh Mosi Integral (3 April 1950),
Mohammad Natsir terus-menerus konsisten dalam memperjuangkan keutuhan dan
kemajuan NKRI. Di awal Orde Baru, ia meminta pemerintah Jepang membantu
pemerintah Orde Baru yang memerlukan bantuan investasi Jepang.
Pak Natsir juga turut memuluskan terjadinya
rehabilitasi hubungan Malaysia-Indonesia. Padahal, ketika itu, pemerintah Orde
Baru menolak rehabilitasi Partai Masyumi dan melarang tokoh-tokoh Masyumi untuk
dicalonkan sebagai anggota DPR.
Pada 26 Februari 1967, Pak Natsir dan sejumlah
tokoh Masyumi mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Sejak itu,
Pak Natsir mengirimkan ribuan dai ke berbagai daerah pelosok Indonesia. Pak
Natsir berbuat nyata untuk menjaga dan mengokohkan NKRI dengan iman dan akhlak
mulia. Semoga sepenggal kisah Pak Natsir ini bisa menjadi pelajaran berharga
bagi kita semua. Amin.
(Depok, 30 Juni 2024).
0 Comments:
Posting Komentar