Oleh : Budiman Hakim
Sadarkah kalian bahwa anak-anak kita hidup di ruang receh
berdurasi 60 detik. Anak-anak muda sekarang lagi tergila-gila pada
konten-konten pendek di TikTok, IG Reels, dan YouTube Shorts. Durasi di
platform-platform ini berkisar antara 15 sampai 90 detik. Kita ambil
rata-ratanya jadi sekitar 60 detik. Itulah alasan saya menjuluki mereka dengan
terminologi GENERASI 60 DETIK.
Yang memprihatin, fokus mereka hanya tertuju pada konten-konten
receh yang nggak penting. Misalnya joget-joget wadidaw ala Sadbor atau guyonan
slapstick dengan menggunakan filter-filter lucu, menirukan omongan
terkenal dengan cara lipsing. Scroll sebentar, ketawa; scroll lagi, dapet
gosip; scroll lagi, lihat orang saling maki; scroll lagi, nonton prank.
Anehnya, konten-konten kayak gitu ternyata membuat ketagihan.
Mereka bisa berjam-jam melakukannya. Jadi kalo mereka nonton TikTok selama 5
jam, berarti ada 300 konten yang mereka tonton dalam sehari. Karena banyak
sekali konten yang viral, mereka ikut terobsesi bikin konten serupa, berharap
juga viral.
Ada satu lagi jebakan betmen, kenapa orang sampai betah main
TikTok. Di sana, ada promo barang sangat murah. Saking murahnya semua tergoda
untuk beli. Misalnya ada sepatu harganya cuma 40 ribu, celana pendek 100 ribu
bisa dapet 7, laptop seharga 1 juta, dan masih banyak lagi. Jadilah mereka
konsumen setia. Konsumen konten dan barang murah.
Di samping membeli, mereka juga ditawari untuk menjadi affiliate
alias makelar untuk barang-barang tersebut. Akibatnya mereka ramai-ramai
membuat konten jualan karena diming-imingi komisi dan cepet kaya. Apalagi ada
satu TikToker mengatakan bahwa dia bisa mendapatkan duit 1 M hanya dalam satu
kali live. Paraaaah...
Yang terjadi sekarang pola pikir mereka terbrainwashed.
Mereka berpikirnya begini: kita nggak perlu kaya untuk membeli barang-barang
keren di Tiktok. Kita nggak perlu kerja kantoran kalo mau punya penghasilan.
Cukup menjadi affiliate kita bisa punya gaji. Bahkan bisa kaya, loh. Contohnya
Rafi Ahmad, Ata Halilintar Ria Ricis. Tobat!
Situasi semakin memprihatinkan. Orang jadi malas menggunakan
otaknya. Mazhab baru pun muncul lagi, bunyinya begini:
1. Kualitas itu nggak penting, yang penting produksinya cepet,
murah dan berpotensi viral.
2. Rahasia berpotensi viral juga gampang, caranya, konten harus
diawali dengan hook di detik pertama. Udah, gitu doang (Hook adalah yang biasa
kita kenal dengan stopping power).
Believe it or not, sedangkal itulah pemahaman marketing buat
mereka. Alih-alih berpikir
lebih dalam atau berkreasi dengan ide yang lebih kompleks, banyak yang terjebak
dalam upaya untuk mencari popularitas instan. Konten yang berkualitas, yang
butuh pemikiran matang dan pengorbanan waktu, jadi kalah saing sama konten yang
cuma menarik perhatian sejenak. Semua cuma demi likes, views dan shares yang
seakan menjamin masa depan mereka.
Andy Warhol pernah berkata, "In the future, everyone
will be world-famous for 15 minutes." Dan sekarang, ramalan itu jadi kenyataan.
Dunia media sosial membuat orang berlomba-lomba mencari 15 menit ketenarannya.
TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts memberikan panggung tanpa batas
untuk semua orang yang ingin viral, meski hanya sebentar.
Rentang perhatian semakin lama semakin pendek. Itu sebabnya anak
muda sekarang malas baca artikel panjang, apalagi buku. Diskusi yang mendalam
jadi jarang dilakukan, karena terbiasa cuma membaca komentar singkat di media
sosial yang nggak nyambung.
Jangan biarkan generasi 60 detik ini terperangkap dalam
pemikiran instan. Mereka harus sadar bahwa di luar sana ada dunia yang butuh
pemikiran mendalam. Kita semua punya potensi untuk membuat kehidupan lebih
baik. Mungkin, konten kita nggak viral, mungkin kita nggak jadi terkenal, tapi kita perlu memberi kontribusi yang lebih dari sekadar
konten receh.
Dalam hidup kita harus melakukan sesuatu yang penting. Kita
perlu menciptakan ide yang bisa mengubah pola pikir orang dan memberi manfaat
pada negeri ini. Bukankah itu lebih berarti daripada viral sehari?
Sekali-sekali bikin konten receh tentu saja boleh tapi jangan jadikan konten
receh sebagai pegangan hidup.
0 Comments:
Posting Komentar